Rabu 01 Feb 2023 03:00 WIB

Menkeu: Tekanan Inflasi Global Mulai Berkurang

Ketidakpastian pasar keuangan global juga dilihat oleh KSSK mulai berkurang.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keunganan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani menyatakan, tekanan inflasi global mulai berkurang. Meski masih ada beberapa tantantan yang harus dihadapi.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menteri Keunganan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani menyatakan, tekanan inflasi global mulai berkurang. Meski masih ada beberapa tantantan yang harus dihadapi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, tekanan inflasi global mulai berkurang. Meski masih ada beberapa tantantan yang harus dihadapi.

Beberapa tantangan itu, kata dia, di antaranya harga energi dan harga pangan yang masih tinggi. Lalu berlanjutnya gangguan rantai pasok, serta masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Baca Juga

"Sejalan dengan kondisi tersebut, pengetatan kebijakan moneter di negara maju diperkirakan mendekati titik puncaknya. Suku bunga yang masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023 ini," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2023, Selasa (31/1/2023).

Ia melanjutkan, ketidakpastian pasar keuangan global juga dilihat oleh KSSK mulai berkurang. Ini berdampak positif bagi banyak negara negara berkembang, terlihat dari meningkatnya aliran modal global serta berkurangnya tekanan perlemahan nilai-nilai tukar dari berbagai negara.

Ke depan, lanjutnya, ekonomi global diperkirakan akan tumbuh lebih lambat akibat fragmentasi geopolitik dan masih adanya risiko resesi kemungkinan terjadinya resesi di AS dan Eropa. "Meski demikian, membaiknya prospek ekonomi di China dengan dilaksanakan penghapusan zero Covid policy diperkirakan akan mengurangi risiko dari terjadinya perlambatan ekonomi global yang lebih dalam," tutur Sri Mulyani.

Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di sisi lain, kata dia, terus berlanjut. Itu karena, konsumsi rumah tangga tetap terlihat kuat disertai level inflasi yang memang lebih rendah dari perkirakan awal pada saat terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Berlanjutnya kinerja positif dari perekonomian Indonesia dicerminkan pada beberapa indikator dini sampai Desember 2022. Beberapa indikator positif dan masih kuat seperti indeks keyakinan konsumen (IKK), indeks penjualan riil (ipr) yang juga memberikan sinyal kuat dan optimis. Sementara, PMI manufaktur masih berada pada tren ekspansi yaitu pada level 50,9.

Kinerja neraca perdagangan juga mencatatkan surplus dengan total surplus pada 2022 mencapai 54,46 miliar dolar AS. "Ini nilai surplus yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement