Selasa 14 Mar 2023 12:02 WIB

Ekonom: SVB Bangkrut Malah Bawa Angin Segar untuk Indonesia

Kejatuhan SVB disebabkan bisnisnya yang tidak terdiversifikasi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Tanda cabang Silicon Valley Bank tergambar di gedung perkantoran tempat bank tersebut berlokasi di Frankfurt, Jerman, Senin (13/3/2023).
Foto: AP Photo/Michael Probst
Tanda cabang Silicon Valley Bank tergambar di gedung perkantoran tempat bank tersebut berlokasi di Frankfurt, Jerman, Senin (13/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Krisis perbankan di AS akibat kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB) disebut tidak akan berdampak signifikan ke dalam negeri. Indonesia dinilai memiliki fundamental ekonomi yang solid.

"Saya pikir ini masalah yang terisolasi di perbankan AS. Dampaknya tidak signifikan ke ekonomi RI," kata Kepala Ekonom BCA David E. Sumual kepada Republika.co.id, Selasa (14/3/2023).

Baca Juga

Menurut dosen senior di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) ini, perbankan nasional secara institusional sudah jauh lebih baik pascakrisis 1997. Sementara dari sisi ukuran, SVB bukanlah bank yang terlalu besar.

David melihat, efek dari kejatuhan SVB ini justru bisa mendatangkan angin segar bagi pasar keuangan. Sebabnya, Bank Sentral AS The Federal Reserve diperkirakan tidak akan terlalu agresif menaikkan suku bunga karena kejadian ini.

"The Fed malah kemungkinan tidak terlalu hawkish sehingga akan menjadi sentimen positif untuk pergerakan rupiah," ujar David.

David menilai kasus kejatuhan SVB ini harusnya bisa menjadi pelajaran bagi perbankan nasional dalam mengelola neraca keuangan atau balance sheet. Krisis SVB terjadi karena nasabah menarik dana besar-besaran karena neraca keuangannya memburuk.

Menurut David, kejatuhan SVB juga disebabkan bisnisnya yang tidak terdiversifikasi. Selain itu, penempatan dana juga terlalu terkonsentrasi di perusahaan rintisan atau startup yang industrinya terbilang masih cukup rentan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement