Sabtu 13 Aug 2022 07:17 WIB

Hanya 20 Persen Sampah Kota Bandung Yang Berhasil Diolah

Mayoritas sampah Kota Bandung yang diolah adalah organik.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Petugas memperagakan pemilahan sampah anorganik saat peresmian Sekolah Kang Pisman di Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/8/2022). Sekolah Kang Pisman yang merupakan singkatan dari kurangi, pisahkan dan manfaatkan tersebut diluncurkan Pemerintah Kota Bandung guna memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelatihan serta edukasi pengolahan sampah an organik dan organik.
Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
Petugas memperagakan pemilahan sampah anorganik saat peresmian Sekolah Kang Pisman di Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/8/2022). Sekolah Kang Pisman yang merupakan singkatan dari kurangi, pisahkan dan manfaatkan tersebut diluncurkan Pemerintah Kota Bandung guna memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelatihan serta edukasi pengolahan sampah an organik dan organik.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG—Asisten Daerah (Asda) 2 Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung Erick M Ataurik mengungkapkan, hingga saat ini Pemerintah Kota Bandung baru berhasil mengolah 16-20 persen sampah, atau minus 10 persen dari target yang ditetapkan. Dia menambahkan, dari akumulasi jenis sampah, 70 persen diantaranya merupakan sampah organik yang berasal dari limbah rumah tangga. 

“Jadi ini lah kenapa DLH menggagas program waste to food, komposter, magotisasi, karena memang mayoritas limbah kota bandung adalah organik dan berasal dari sampah rumah tangga,” ujar Erick saat ditemui di lokasi peresmian Sekolah Kang Pisman di Kota Bandung, Kamis (11/8/2022). 

Baca Juga

Upaya lain yang dilakukan adalah pesinergiian program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan) dan program Buruan SAE. Meski belum diterapkan secara menyeluruh, namun Erick meyakinkan bahwa sinergi ini telah diterapkan di beberapa lokasi Buruan SAE di Kota Bandung, yang hingga kini secara keseluruhan telah mencapai 335 titik. 

“Program buruan SAE itu komposternya dari kang Pisman untuk mengelola maupun meningkatkan kesuburan produk buruan SAE,” jelas Erick. 

“Data pastinya saya tidak tau persis, tapi yang jelas informasi dari DKPP maupun DLH, sudah ada beberapa lokasi di tingkat RW termasuk di RW 02 kelurahan Sukamiskin, itu ada buruan sae nya, pengelolaan sampahnya atau kang Pismannya,” sambungnya.

Dia menargetkan kerja sama ini dapat dioptimalkan dan diperbanyak secara maksimal demi memberdayakan produk hasil Buruan SAE maupun Kang Pisman, yang diharapkan  bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat tapi juga memiliki nilai ekonomi. 

Sebelumnya, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung Gin Gin Ginanjar mengatakan, pihaknya ingin memastikan bahwa ketahanan pangan menjadi program bersama dalam pergelaran konferensi Urban 20 (U20), dan Buruan Sae Kota Bandung menjadi sebuah praktik yang bisa dicontoh oleh banyak kota di dunia.

“Kita ini kan tidak memanfaatkan lahan yang luas, jadi selalu kita tanamkan bahwa tanpa lahan pun kita bisa bertanam. Kedua, kita ini terintegrasi dari sisi komponen jadi yang dikembangkan bukan satu jenis sayuran saja tapi juga ke budidaya ikan dan ternak. Ketiga, ada integrasi berbagai program, katakanlah Kang Pisman yang menjadi program yang tidak terpisahkan dari Buruan SAE,” jelasnya.

Hal itu, beber Gin Gin, adalah hal yang efektif, merujuk selama ini pengolahan sampah hanya diolah dan selesai. Saat ini, terdapat integrasi, sampah yang telah diolah bisa dimanfaatkan untuk Buruan Sae. 

“Ini menjadi terintegrasi dan merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak. Menjadikan (program) ini luar biasa, termasuk lembaga internasional. Karena upaya menggerakkan masyarakat itu cukup sulit dilakukan di negara-negara atau wilayah lain dan disini terbukti berhasil,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement