Rabu 01 Jul 2020 21:59 WIB

Pengalaman Sholat Pertama Berjarak di Masjid di Dubai

Masjid di Dubai mulai dibuka kembali pada hari ini.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Hafil
 Pengalaman Sholat Pertama Berjarak di Masjid di Dubai. Foto: Masjid Al-Wasl, Dubai
Foto: Flickr.com
Pengalaman Sholat Pertama Berjarak di Masjid di Dubai. Foto: Masjid Al-Wasl, Dubai

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Setelah 107 hari lamanya, kegiatan sholat di masjid akhirnya mulai kembali digelar di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), hari ini, Rabu (1/7). Namun, sholat di masjid dilakukan dengan menerapkan jarak sosial (social distancing) dan dengan langkah-langkah keamanan dari Covid-19. Masjid-masjid di UEA mulai dibuka kembali hari ini dengan kapasitas 30 persen.

Sebelumnya, masjid di negara itu ditutup sementara guna mencegah penyebaran virus corona. Pengalaman pertama sholat kembali ke masjid di Dubai di tengah pandemi ini dirasakan oleh Sahim Salim. Ia mengaku merasakan hal yang aneh ketika ia masuk ke dalam masjid di Dubai setelah 107 hari lamanya selalu sholat di rumah karena pandemi.

Baca Juga

"Keanehan karena harus membawa sajadah saya sendiri ke masjid dan mengenakan masker dan sarung tangan saat sholat diimbangi dengan ketenangan yang saya rasakan ketika imam memulai sholat subuh," ungkap Salim, dilansir di Khaleej Times, Rabu (1/7).

Tepat pukul 4.03, adzan subuh di Dubai berkumandang. Seruan sholat itu kembali terdengar setelah lebih dari tiga bulan mengirimkan pesan 'sholat di rumah' melalui adzan. Kini, muazin menyambut orang-orang untuk menunaikan sholat ke masjid.

Salim mengungkapkan, jantungnya terasa berdebar kencang saat ia memeriksa barang-barang yang harus dibawa untuk sholat sekarang. Ia menyiapkan masker wajah, sarung tangan, dan membawa sajadah sendiri ke masjid. Ia tak lupa memakai sabun saat berwudhu.

"Sudah waktunya untuk pergi. Ketika saya melangkah ke luar, gelap lembab di luar ruangan, saya merasa santai," ujarnya.

Di luar masjid di Al Quoz, orang pertama yang ia lihat adalah imam masjid yang ramah. Meskipun mereka tidak bisa melihat wajah satu sama lain karena masker, namun mereka bisa mengetahui secara langsung.

"Assalamualaikum, sapanya. Dan begitu saja, kecanggungan tidak bertemu sesama manusia selama berbulan-bulan lenyap begitu saja," lanjutnya.

Naluri pertama Salim ialah berjabat tangan dengan pria yang biasa ia temui setidaknya lima kali sehari saat memimpin sholat itu. Namun, mereka kemudian berbincang dari jarak yang aman selama satu menit. Salim merasa tersentuh ketika sang imam membuka pintu untuknya, sehingga ia bisa menghindari agar tidak menyentuh pegangan pintu.

Salim mengatakan, perlu beberapa saat untuk meresapi pengalaman dari sholat berjamaah dengan cara berjarak ini. Setiap baris (shaf) kedua dibiarkan kosong. Masjid yang ia kunjungi memiliki 11 baris dan hanya lima di antaranya yang diisi jamaah. Setiap baris, yang bisa memuat setidaknya 20, hanya memiliki lima jamaah. Masjid dengan kapasitas 100 orang itu dipenuhi hanya dengan 25 jamaah.

Salim menambahkan, tidak ada jabat tangan atau jamaah yang berhenti di luar masjid untuk mengobrol. Selain itu, tidak ada pula yang perlu diingatkan untuk mengikuti aturan, dan tak satu pun dari mereka melepas masker atau sarung tangan mereka.

"Mereka tidak tinggal di masjid semenit lebih lama dari yang dibutuhkan, dan mereka secara sadar menjaga jarak sosial. Sejujurnya, seluruh pengalaman ini terasa aman, hampir normal. Mungkin ini adalah normal baru untuk sholat," tambahnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement