REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH — Proporsi wanita yang bekerja di Arab Saudi melonjak dari 21 persen menjadi 35 persen dalam lima tahun. Peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di Arab Saudi itu disebut berkat upaya Kerajaan Arab Saudi untuk meningkatkan partisipasi dalam pasar tenaga kerja. Angka tersebut diungkapkan oleh Presiden Komisi Hak Asasi Manusia Saudi, Hala Al Tuwaijri, pada sesi ke-52 Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Mengutip Pusat Keseimbangan Gender di Riyadh yang didirikan pada 2021 untuk meningkatkan tingkat partisipasi di pasar tenaga kerja, Al Tuwaijri juga menggarisbawahi kemajuan mengesankan yang dibuat oleh Kerajaan Arab Saudi dalam pemberdayaan perempuan sambil bergerak menuju tujuan strategis Visi 2030.
"Keberhasilan tersebut berdasarkan arahan Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman dan Putra Mahkota dan Perdana Menteri Mohammed bin Salman untuk menjaga orang dan memberi mereka prioritas,” kata Al Tuwaijri seperti dilansir Arab News pada Rabu (1/3/2023)
Al Tuwaijri mengatakan sebagai hasil dari upaya tersebut, pangsa perempuan di pasar tenaga kerja meningkat dari 21,2 persen menjadi 34,7 persen dan tingkat partisipasi ekonomi mereka melonjak dari 17 persen menjadi 37 persen selama periode antara 2017 dan 2022.
Ia menambahkan persentase keterwakilan perempuan di jajaran atas dan menengah meningkat dari 28,6 persen menjadi 39 persen selama periode 2017-2021.
Arab Saudi juga menyaksikan penurunan yang signifikan dalam tingkat penganggurannya, dari 11,6 persen menjadi 5,8 persen selama lima tahun terakhir. Selain itu, kebijakan nasional dikeluarkan untuk mengelola diskriminasi dengan mempromosikan kesempatan dan perlakuan yang sama di pasar tenaga kerja.
“Kami di Kerajaan Arab Saudi menyaksikan transformasi sejarah dalam banyak reformasi dan perkembangan di berbagai bidang hak asasi manusia, yang berdampak besar pada pembangunan dan kualitas hidup,” jelasnya.
Dalam konteks memberikan bantuan kepada orang-orang yang terkena dampak gempa bumi di Suriah dan Turki, Raja Salman telah mengembangkan jembatan udara untuk mengirimkan sumber daya vital ke negara-negara yang terkena dampak. Dia juga mengorganisir kampanye luas untuk mendukung para korban, dengan lebih dari 160 juta dolar Amerika saat ini terkumpul.
“Berdasarkan nilai-nilai tegas Kerajaan, peran perintisnya, upayanya untuk membangun perdamaian dan keamanan internasional, dan pemajuan hak asasi manusia, tidak ada upaya yang dilakukan dalam mendukung masalah kemanusiaan, termasuk kesediaan Kerajaan untuk menengahi dalam menyelesaikan krisis Rusia-Ukraina,” kata Al Tuwaijri.