Selasa 11 Apr 2023 22:11 WIB

Lima Hal Penting Harus Jadi Perhatian Jamaah dan Petugas Haji di Arab Saudi

Titik kritis kedua terjadi ketika jamaah haji baru tiba di Arab Saudi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah haji sedang wukuf di Arafah (Ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Jamaah haji sedang wukuf di Arafah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Bina Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Arsyad Hidayat, menyampaikan sejumlah titik kritis atau hal penting yang perlu menjadi perhatian para jamaah haji dan petugas haji tahun 2023 di Arab Saudi.

Arsyad mengatakan, pertama, soal perbedaan kultur, budaya, suhu, dan lain-lain antara Indonesia dengan Arab Saudi. Karena perbedaan tersebut sering kali membuat jamaah haji Indonesia kaget bahkan stres.

Baca Juga

"Contoh banyak orang (jamaah haji Indonesia) syok lihat kultur bicaranya keras (orang Arab Saudi), ada (jamaah haji) yang menganggap kok mereka (orang Arab Saudi) marah-marah, ada nenek-nenek yang sampai stres karena susah dicek mukanya oleh imigrasi, merasa dibentak-bentak (oleh orang Arab Saudi), padahal bukan (dibentak), jadi (persoalan) kultur pun bisa membuat jamaah kita jadi stres, ini perlu diantisipasi," kata Arsyad saat apel pagi Bimbingan Teknis dan Fungsi PPIH Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Selasa (11/4/2023).

Ia menerangkan, titik kritis kedua terjadi ketika jamaah haji baru tiba di Arab Saudi. Jamaah gelombang satu akan tiba di Madinah dan melaksanakan sholat arbain (sholat 40 waktu) di Masjid Nabawi. Sementara jamaah gelombang dua akan mendarat di Bandara Jeddah dan langsung menuju Makkah untuk melakukan umrah wajib atau umrah haji.

"Dalam situasi ini, kebanyakan jamaah akan sangat bersemangat untuk langsung melakukan ibadah. Saking semangatnya, mereka bahkan lupa melakukan orientasi lokasi tempat tinggalnya, sehingga tidak sedikit yang tersesat dan tidak bisa pulang ke hotel atau pemondokan," ujar Arsyad.

Menurut Arsyad, hal tersebut juga harus jadi perhatian, maka setiap kali ada kedatangan jamaah haji, minta mereka melakukan orientasi lokasi agar tidak tersesat.

Ia menambahkan, titik krisis ketiga, ketika jamaah haji yang berada di Mekkah menunggu puncak haji, umumnya mereka akan memanfaatkan waktu untuk melaksanakan tawaf sunah sebanyak-banyaknya. Bahkan, ada yang memaksakan tawaf sunah berkali-kali. Dampaknya mereka kelelahan dan fisiknya lemah saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).

"Kami tidak melarang melakukan umroh sunnah berkali-kali untuk mereka yang sehat, tapi buat mereka yang memiliki keterbatasan-keterbatasan mohon itu jadi perhatian, jangan kita kedepankan yang sunnah tapi tinggalkan yang rukun. Cara pandang ini salah," jelas Arsyad.

Arsyad menerangkan lagi bahwa titik kritis keempat, jamaah haji terjadi menjelang keberangkatan dan saat berada di Armuzna. Meski diberi waktu dan tempat untuk istirahat tidur, jamaah masih berpotensi kelelahan saat berada di Armuzna. Sebab, situasi di Armuzna saat puncak haji sangat ramai. Seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul dalam satu tempat dan waktu bersamaan.

Ia menjelaskan, tenda di Mina sempit sehingga membuat jamaah haji mungkin tidak banyak istirahat. Dampaknya fisik mereka lemah. Padahal saat di Armuzna justru jamaah banyak melakukan aktivitas fisik.

"Maka berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan setiap tahunnya angka kematian jamaah haji meningkat drastis setelah pelaksanaan ibadah di Armuzna. Faktor penyebabnya adalah kelelahan. Ini menjadi titik kritis juga dalam pelayanan kepada jamaah haji Indonesia di tahun 2023," ujar Arsyad.

Ia mengatakan, titik kritis jamaah haji kelima, terjadi saat pelaksanaan tawaf ifadah. Setiap tahun suasana di sekitar Kabah dipastikan penuh dan sesak ketika pelaksanaan tawaf ifadah.

"Apalagi kalau ada jamaah haji yang sengaja ambil pelaksanaan tawaf ifadahnya pada 10 Dzulhijjah. Sudah kondisi fisiknya capai setelah (lempar) jumrah aqabah langsung jalan ke Masjidil Haram, tambah capai dan lelah," jelas Arsyad.

Maka, Arsyad mengimbau para konsultan ibadah dan pembimbing ibadah menyelesaikan dulu prosesi ibadah di Mina. Setelah prosesi lempar jumrah selesai, selanjutnya jamaah bisa bergeser ke Masjidil Haram untuk tawaf ifadah, sehingga tidak bolak-balik dan kelelahan.

"Silakan setelah kondisi fisiknya sehat baru melaksanakan tawaf ifadah. Jangan paksakan tawaf ifadhah selesai jumrah aqabah. Karena saya sendiri yang masih muda capai betul, apalagi mereka yang sudah tua," kata Arsyad.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement