REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mendapatkan tambahan kuota tambahan haji sebanyak 8.000 orang. Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan kuota ini diisi oleh jamaah haji cadangan yang telah mendapat pelunasan, tetapi belum mendapat kuota.
"Jamaah haji cadangan atau jamaah dengan nomor urut berikutnya dan telah melakukan pelunasan, tetapi belum mendapat kuota sebanyak 5.765 orang. Sedangkan sisa kuota tambahan yang belum termanfaatkan akan dibagi berdasar jumlah daftar tunggu masing-masing provinsi, sebagaimana PMA 13 tahun 2021," kata dia dalam agenda Raker bersama Komisi VIII, Selasa (23/5/2023).
Berdasar data e-Hajj per-tanggal 19 Mei 2023, Indonesia disebut mendapat kuota tambahan sebnyak 8.000 jamaah. Menag menyebut angka ini dibagi dua, jamaah haji reguler 7.360 orang dan jamaah khusus 640 orang atau 8 persen, sebagaimana amanah UU No 8 tahun 2019.
Tidak hanya itu, Menag Yaqut juga menyampaikan usulan dan kebutuhan biaya untuk kuota tambahan yang diambil dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. Besaran yang diusulkan adalah Rp 288.312.382.288,42.
"Untuk memenuhi prinsip keadilan, kami menyampaikan usulan dan kebutuhan biaya kuota tambahan yang diambil dari bilai manfaat sebesar Rp 288.312.382.288,42," lanjut dia.
Usulan kebutuhan biaya tambahan juga ia sampaikan menyusul selisih jumlah jamaah lunas tunda 2020 dan 2022. Jamaah lunas tunda yang berhak mendapat nilai manfaat dan membutuhkan penambahan penggunaan nilai manfaat ini sebesar Rp 232.914.366.334.
Dari Komisi VIII, anggota dari fraksi PAN Yandri Susanto memberikan komentar terkait sisa kuota tambahan jamaah haji tersebut. Ia menyebut ada baiknya 1.595 kuota tambahan tersisa ini diisi oleh pendamping atau mahram jamaah haji.
"Contoh di Cilegon, ada jamaah berusia 79 tahun yang benar-benar tidak bisa ngapa-ngapain. Ke kamar mandi harus diantar, kursi roda harus didorong terus dan makan diambilkan," ucap dia.
Ia menilai jika berharap kepada petugas haji, ada kemungkinan mereka tidak dapat melakukan kerja 24 jam mendampingi jamaah. Diperlukan ikatan keluarga, ikatan darah, sehingga semangat untuk menjaga dan merawat jamaah lebih mengena.
Mendukung anggota dan pimpinan Komisi VIII, ia pun mendorong agar Kemenag memetakan berapa jumlah jamaah yang perlu dihadirkan pendamping. Dari jumlah itu, dipastikan berapa yang bisa didampingi oleh petugas atau harus dari keluarga.
"Intinya, mohon menyisir berapa yang betul-betul diperhatikan, sehingga membantu petugas haji agar tidak kerepotan. Saya yakin dari jumlah petugas yang ada belum cukup melayani semua jamaah yang memerlukan bantuan," lanjut Yandri.
Celah tersebut dinilai bisa dikurangi bebannya, dengan cara jamaah yang perlu pendampingan 24 jam ini dialokasikan kuota tambahan untuk mahram atau keluarganya.
Terkait usulan kebutuhan biaya untuk kuota jamaah haji reguler tambahan, setiap fraksi di Komisi VIII menyatakan persetujuannya.