REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkurban merupakan kewajiban setiap Muslim yang mampu. Namun, bagaimana jika setiap orang di satu keluarga ada yang lebih dari satu orang yang mampu.
Apakah setiap anggota keluarga yang mampu diwajibkan berkurban atau setiap tahun bergilir?
Direktur Pusat Penelitian Halal UGM Nanung Danar Dono mengutip sebuah hadis dari ‘Atho’ bin Yasar, beliau berkata:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshori, bagaimana kurban pada masa Rasulullah ﷺ?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu, mereka memakan kurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya” (HR Tirmidzi no. 1505, shahih).
Saat ini menjamur kebiasaan di kalangan masyarakat kurban dengan cara dipergilirkan antaranggota keluarga. Misalnya, tahun lalu diatasnamakan suami, tahun sebelumnya atas nama istri dan tahun ini diatasnamakan anaknya yang masih balita. Apakah hal yang demikian ini ada tuntunannya?
Jika kita membuka buku-buku hadis, ternyata tidak pernah ditemukan adanya hadis di mana Baginda Rasul menggilirkan kurbannya antaranggota keluarga. Para istri Rasul pun juga demikian, tidak pernah menggilirkan kurbannya. Bahkan, para sahabat Nabi juga tidak pernah melakukan hal yang demikian.
"Jika Rasulullah tidak pernah mencontohkan atau menuntunkan, jangan dilakukan," ujar dia.
Kita mesti selalu ingat bahwa dalam kaidah fikih disebutkan bahwa "Semua ibadah itu haram dilakukan, kecuali yang memang benar-benar ada tuntunannya." Sebaliknya, untuk kegiatan muamalah, "Semua perbuatan boleh dilakukan, kecuali jika ada dalil (Quran atau hadis) yang secara tegas melarangnya."
Lalu, bagaimana tuntunan berkurban yang sebenarnya?
Cara berkurban yang dicontohkan Nabi berdasarkan hadis di atas adalah kita berqurban atas nama diri sendiri (jika memang belum berumah tangga) atau atas nama keluarga (jika sudah berumah tangga). Misalnya, kurban atas nama keluarga Fulan dan tidak dipergilirkan dalam satu keluarga.
Beda cerita kalau anggarannya berlimpah. Setelah kita berkurban atas nama keluarga kita (kurban hewan satu), kita boleh kemudian menggilirkan kurban (hewan dua dan seterusnya) atas nama anggota keluarga kita yang lain, atau atas nama orang tua kita, saudara kita, dan lain-lain.