REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pos Pelayanan Kesehatan Indonesia telah disiapkan Petugas Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAAIA) Jeddah. Pos ini utamanya fokus untuk jamaah haji Indonesia gelombang kedua yang mengalami masalah kesehatan.
Pos ini berbeda dengan pendaratan gelombang pertama di Bandara Amir Mohammed bin Abdul Azis (AMAA) Madinah. Pelayanan kesehatan di bandara tersebut langsung ditangani oleh Pusat Kesehatan Bandara AMAA sendiri.
Jika kondisi jamaah dinilai membutuhkan penanganan lebih lanjut, maka jamaah yang sakit akan dirujuk ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah atau ke Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) di Madinah.
“Kami sejak hari pertama tanggal 7 Juni 2023 subuh sudah mulai membuka pos kesehatan dan berlanjut terus sampai sekarang,” kata Dokter Pos Kesehatan Indonesia di Bandara Jeddah, dr Ane Dwi Sari Sp.KP, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Ahad (11/6/2023).
Dokter spesialis kesehatan bandara itu mengungkapkan Pos Kesehatan Bandara Jeddah dilengkapi tiga tim kesehatan yang berjaga 24 jam. Setiap tim dilengkapi satu dokter dan tiga perawat, dengan total ada tiga dokter yang berjaga.
Jumlah petugas kesehatan itu disebut masih ditambah Tim Penghubung Kesehatan (TPK), yaitu mukimin atau orang Indonesia yang lama bekerja di Arab Saudi. TPK ini juga berfungsi sebagai penghubung jika terjadi permasalahan bahasa saat berhubungan dengan pihak Arab Saudi.
Selain itu, pos ini dilengkapi fasilitas tiga unit bed portable, dua unit kursi roda, serta mobil golf untuk menjemput jamaah haji yang mengalami masalah kesehatan. Mobil golf ini penting untuk menjemput jemaah haji yang sakit, mengingat terminalnya saling berjauhan.
"Dengan mobil golf ini supaya jamaah haji yang sakit bisa lebih cepat kita tangani,” lanjut dia.
Pos Kesehatan Indonesia di bandara ini juga disebut penting untuk tindakan respon darurat (emergency respon). Di dalamnya ada fasilitas pelayanan pasang infus, pasang kateter, kemudian pemeriksaan fisik, standar seperti instalasi gawat darurat (IGD).
dr. Ane menyebut layanan ini tidak menyediakan pemeriksaan laboratorium. Meskipun ada alat EKG, tapi fungsinya lebih untuk pemeriksaan fisik oleh dokter ke pasien.
“Kalau ada jamaah haji yang kritis dan gawat bisa langsung ke sini untuk kami layani,” kata dia.