Senin 26 Jun 2023 11:39 WIB

Khutbah Rasulullah SAW pada Haji Wada Sarat Nilai Kemanusiaan

Spirit ini salah satunya tercermin dari isi khutbah Rasulullah SAW pada haji wada.

Khutbah Rasulullah SAW pada Haji Wada Sarat Nilai Kemanusiaan. Foto: Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi (ilustrasi).
Foto: Antara
Khutbah Rasulullah SAW pada Haji Wada Sarat Nilai Kemanusiaan. Foto: Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fuji Eka Permana dari Makkah, Arab Saudi

 

Baca Juga

Wakil Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Anwar Iskandar menegaskan bahwa Rasulullah SAW diutus di muka bumi ini untuk membangun peradaban. Spirit ini salah satunya tercermin dari isi khutbah Nabi SAW pada haji wada' (haji perpisahan) yang sarat nilai kemanusiaan.

"Tidaklah orang Arab lebih mulia dari orang 'ajam (non-Arab) kecuali karena taqwallah (takwa). Inna akramakum 'indallahi atqakum (sungguh yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa (QS al-Hujurat: 13). Kesetaraan antarmanusia. Prinsip-prinsip ini dipidatokan Rasulullah di haji Wada’. Inilah prinsip-prinsip kemanusiaan, humanity, dan NU ada di sana," kata Kiai Anwar di Makkah, Arab Saudi, Ahad (25/6/2023).

Kiai kelahiran Banyuwangi tahun 1950 ini menjelaskan tentang bagaimana Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah, kemudian sukses membangun negara dengan prinsip kewarganegaraan yang setara. Inilah fase ketika Nabi Muhammad SAW menanamkan nasionalisme tanpa memandang perbedaan suku, ras bahkan agama.

"Pidato Nabi Muhammad SAW yang cukup terkenal, al-musyrikuna min quraisyin wal muhajiruna wal anshar wal yahud wa man tabi‘ahum ummatun wahidah (orang-orang musyrik Quraisy, kaum Muhajirin (para pendatang), kaum Anshar, kaum Yahudi, serta para pengikut mereka adalah bangsa yang satu," ujar Kiai Anwar.

Kiai Anwar mengatakan, prinsip dalam pidato Nabi Muhammad SAW menjadi pedoman NU sejak awal-awal proses pendirian negara ini di tengah berbagai tarikan berbagai kelompok yang menginginkan bentuk negara Islam, negara sekuler, serta negara komunis. Bagi NU, asas Pancasila dan bentuk negara-bangsa NKRI merupakan keputusan yang sudah tidak bisa diganggu gugat.

"Aturan-aturan boleh diubah di negeri ini tapi soal bentuk negara, NKRI, soal dasar negara, Pancasila, soal prinsip Bhinneka Tunggal Ika itu harga mati yang tak boleh diubah-ubah," ujar Kiai Anwar dalam forum Silaturahmi dan Temu NU Sedunia bertajuk Implementasi Fiqih Peradaban di Abad Kedua Nahdlatul Ulama yang dimotori Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Arab Saudi di Makkah pada Ahad (25/6/2023).

Muslim Harus Kuat Ekonomi dan Ilmunya

Kiai Anwar juga mengingatkan bahwa NU tidak bisa lari dari tantangan yang amat beragam, sekarang maupun di masa depan.

"Karena kita sudah kadung menjadi mayoritas. Mayoritas itu di satu sisi, memang (membuat) bangga, tapi besar ini mengandung konsekuensi. Konsekuensinya adalah tanggung jawab untuk menyangga negara Republik Indonesia, untuk menjaga masa depan bangsa, untuk menjaga masa depan umat Islam," kata Kiai Anwar.

Wakil Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini juga mendorong umat Islam untuk kuat secara ekonomi dan keilmuan. Sebab, menurutnya, itulah yang semangat dasar Islam sehingga dianut miliaran orang di dunia.

Kiai Anwar menegaskan, Nabi Muhammad SAW berhasil melakukan dakwah tidak lepas dari kemapanan ekonomi yang dibangun sejak pertemuannya dengan Sayyidah Khadijah. Peradaban harus dibangun di atas prinsip-prinsip ilmu, baik yang fardhu 'ain maupun yang fardhu kifayah. Etos keilmuan ini selaras dengan perintah pada wahyu pertama yang dibawa Rasulullah yaitu iqra' (bacalah).

Acara Silaturahmi dan Temu NU Sedunia dimulai dengan tahlil dan istighosah yang dipimpin Katib 'Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori. Turut hadir di sana Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad, Kepala Konsulat Jenderal RI Jeddah Eko Hartono, Mustasyar PBNU KH Muhtadi Dimyati, Waketum PBNU Sayyid Muhammad Hilal Al Aidid dan KH Zulfa Mustofa, Sekjen Kemenag Nizar Ali, dan sejumlah pengurus PBNU dan PCINU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement