REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Setelah jamaah haji melaksanakan puncak ibadah haji di padang Arafah, Muzdalifah dan Mina. Jamaah haji akan melaksanakan tawaf ifadah dan sai di Masjidil Haram.
Muncul pertanyaan, kapan jamaah haji sebaiknya melakukan tawaf ifadah setelah mabit di Mina dan melempar jumrah. Berikut ini ada beberapa pendapat ulama terkait waktu melaksanakan tawaf ifadah.
Tawaf ifadah dimulai sejak tengah malam pada hari Nahr yakni tanggal 10 Dzulhijah. Hal ini berdasarkan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.
Tawaf ifadah juga dapat dilakukan selama jamaah haji masih berada di Makkah dan tidak ada batas akhir waktunya. Hal ini berdasarkan pendapat Abi Umar Yusuf bin Abdullah al-Syarkha, al-Kaafi (Lebanon: Dar al-Ma’rifah, t. th), hlm. 134). Menurut pendapat mereka, mengakhirkan tawaf ifadah hukumnya boleh, dan tidak dikenakan dam.
Sehubungan dengan itu, jamaah disarankan untuk melaksanakan tawaf ifadah setelah selesai mabit di Mina. Yakni setelah Nafar Awal atau Nafar Tsani. Mengingat jarak dari Mina ke Masjidil Haram cukup jauh dan tidak ada kendaraan.
Menurut Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan Media Center Haji (MCH) 2023, setelah pulang dari Mina, jamaah haji gelombang 1 kloter 1 sampai 10 agar menyegerakan tawaf ifadah, dan mempersiapkan kepulangan. Jamaah haji gelombang 2 disarankan mengakhirkan tawaf ifadah dan menunggu agar kepadatan di Masjidil Haram berkurang serta memberi kesempatan kepada jamaah gelombang 1 untuk melaksanakan tawaf ifadah terlebih dahulu.
Secara bahasa, ifadah berarti meninggalkan, sedangkan secara istilah berarti tawaf yang dilaksanakan setelah meninggalkan Arafah.
Thawaf ini merupakan salah satu rukun haji sehingga tidak boleh ditinggalkan karena dapat membatalkan haji. Tawaf ifadah disebut juga tawaf rukun.