REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Haji dan Umrah mendukung Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) dalam menertibakan travel umrah yang tidak profesional. Diketahui, baru-baru ini Ditjen PHU Kemenag telah membekukan enam bulan sampai satu tahun terhadap empat travel penyelenggara umroh.
Keempat travel tidak professional itu adalah PT ABM, PT AM, PT MFM, dan PT AMJ sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) tertanggal 29 Mei 2023 yang resmi terdaftar sebagai Penyelenggaa Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Keempat travel umroh itu telah terbukti tidak profesional lalai dan gagal memberangkatkan maupun memulangkan jamaah umroh. Hal mana kebijakan ini sudah sangat tepat. Terlebih pembekuan izin sudah melalui proses kajian, analisis, pemantauan, klarifikasi langsung kepada pihak travel yang bersangkutan harus didukung
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj mendukung langkah “Law Inforcemant” Kementerian Agama tersebut sebagai upaya melakukan perlindungan hukum kepada Jamaah agar tidak terulang lagi kasus Fisrt Travel dan Abu Tour.
“Pembekuan izin merupakan penghukuman dari segi hukum administrasi sebagai langkah yang paling rasional menjaga iklim penyelenggaraan dan bisnis umroh agar tetap kondusif sehingga tidak terganggu, terutama PPIU yang dikelola secara profesional dan serius memberikan pelayanan sungguh-sungguh yang baru bangkit dihantam pandemi Covid-19,” kata Mustolih dalam siaran persnya, Jumat (11/10/2023).
Komnas Haji berharap, Kemenag tidak sampai di situ. Menurut Mustolih, travel-travel nakal tersebut juga harus mengembalikan biaya dan memberikan kompensasi kepada jamaah yang menjadi korban. “Jika tidak, maka Kemenag bisa mencairkan bank garansi yang dibuat oleh travel manakala mereka melakukan proses pendaftaran yang menjadi syarat diteritkannya izin PPIU untuk diberikan kepada jamaah,” jelas Mustolih.
Selain itu, lanjut dia, pimpinan dan para pengurus travelnya jika dalam masa pembekuan masih belum memiliki iktikad baik menjalankan rekomendasi dari Kemenag, juga perlu dipertimbangkan untuk mencabut izin secara permanan lalu dimasukkan dalam ‘black list’.
Setelah masuk catatan hitam itu, menurut Mustolih, mereka tidak boleh diberikan izin mendirikan travel baru dalam kurun waktu tertentu, sehingga menjadi efek jera dan pembelajaran bagi masyarakat luas. Terlebih saat ini penyelenggaraan umrah memasuki fase awal di tahun 1445 Hijriyah.
“Jamaah juga jangan tinggal diam, mereka berhak mengajukan gugatan ganti rugi dan kompensasi sebagaimana diatur UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) atau melakukan laporan ke kepolisian dengan delik pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” ucap Mustolih.