REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Ketua Umum PP Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) dr Syarief Hasan Lutfie menyoroti pentingnya perlindungan jamaah haji dan umroh, terutama dalam aspek kesehatan. Dia menekankan pentingnya “asesmen komprehensif” bagi jamaah haji dan umrah, baik dari aspek kesehatan maupun faktor lainnya.
“Asesmen ini diharapkan didasarkan pada bukti-bukti yang kuat sehingga kolaborasi dengan pihak akademik dianggap tepat dan memberikan landasan untuk kebijakan-kebijakan mendatang,” ujar dr Syarief saat menjadi pembicara “Simposium Kesehatan Haji dan Umroh” di auditorium Dekanat Unisba, Bandung, Selasa (22/8/2023).
Dalam simposium yang digelar secara hybrid ini, dr Syarief memaparkan materi tentang “Data dan Fakta Kesehatan Haji dan Umrah”. Dengan pengalaman yang luas di bidang kedokteran, dia membagikan wawasan tentang kondisi kesehatan jamaah haji dan umroh berdasarkan data dan fakta yang tersedia.
Dia menuturkan, Indonesia mendapatkan kuota haji terbesar di dunia yang berjumlah 221 ribu jamaah plus kuota tambahan 8.000 jamaah. Menurut dia, mereka harus dipersiapkan agar nanti dalam kondisi benar-benar istithaah.
“Kita tahu tingginya akan kematian jamaah haji Indonesia tahun 2023 dua kloter, 801 orang meninggal dunia di Arab Saudi. Ini tanda tanya besar. Kenapa dari tahun ke tahun selalu begitu,” ujar dosen UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini.
Karena itu, menurut dia, istithaah menjadi syarat mutlak ibadah haji. Hal ini didasarkan pada surah Ali Imran ayat 97, yaitu:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلً
Aritnya: “…Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana…..”
Dia menjelaskan, istithaah dalam Bahasa Arab artinya sanggup atau mampu. Namun, menurut dia, jangan dipahami hanya sanggup saja tapi harus mampu secara keilmuan mengukur berapa sanggupnya, baik dari sisi agama, baik dari kedodokteran, baik dari sisi ekonomi, baik dari sisi yang lain yang terait dengan haji.
“Aritnya istithaah, mereka sanggup yang harus didefinisikan secara oeprasional terukur. Jadi, bukan sekadar sanggup secara abstrak,” ujar dr Syarief.
Di acara simposium ini, Perdokhi di bawah kepemimpinan dr Syarief juga melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) bersama Universitas Islam Bandung (Unisba). Kerja sama ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dalam pengembangan kesehatan haji dan umrah di Indonesia.
“Acara MoU antara Unisba dan Perdokhi serta simposium ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan kesehatan jamaah haji dan umroh, serta memperkuat sinergi antara akademisi dan praktisi kesehatan,” kata dr Syarief.
Selain menghadirkan dr Syarief, simposium ini juga menghadirkan dr. Dadang Rukanta Suryahadimaja sebagai pembicara. Ia adalah seorang ahli di bidang Ortopedi dan Traumatologi serta aktif dalam penelitian dan pengembangan kesehatan. Dalam simposium ini, dia memaparkan tentang “Peran Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Kesehatan Haji dan Umroh”.