REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kerajaan Arab Saudi telah membuka kembali negaranya untuk umrah, pasca pelaksanaan haji tahun 1444H/2023M. Menyusul hal itu, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) pun mulai melakukan pengawasan kembali terhadap keberangkatan dan kepulangan jamaah umrah.
Direktur Jenderal PHU Hilman Latief menyebut, selain karena jumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang semakin bertambah, Pemerintah Arab Saudi juga tengah melakukan transformasi teknologi besar-besaran. Termasuk di dalamnya terkait aspek pelaksanaan umrah.
Saudi, kata dia, kini telah menyediakan layanan-layanan digital bagi siapapun yang ingin melakukan ibadah umrah. Salah satu yang dimaksud adalah hadirnya platform Nusuk.
“Ini adalah platform umrah, dan bahkan haji, yang disediakan oleh Saudi langsung. Saat ini sudah menyediakan layanan dalam bahasa Indonesia juga. Orang sudah bisa umrah seperti menggunakan Traveloka,” ujar Hilman dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Ahad (3/9/2023).
Hal ini ia sampaikan saat menghadiri Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI. Kunjungan dilakukan dalam rangka Pengawasan Terhadap Pengelolaan Jemaah Haji dan Umrah di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang.
Hilman menilai, transformasi digital yang dilakukan Arab Saudi ini tidak hanya menjadi sebuah kemudahan, tetapi juga tantangan baik untuk Pemerintah Arab Saudi maupun Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama.
Di satu sisi, adanya platform ini memberikan kemudahan, karena sasarannya adalah untuk mengurangi moral hazard (risiko moral) di level middleman (perantara).
"Wakil Menteri Haji bercerita kepada saya, kasusnya seperti Mesir. Mesir ke Saudi itu murah sebenarnya, tapi harganya bisa sama dengan Indonesia, bahkan lebih,” ucap dia.
Di Indonesia, hadirnya aplikasi tersebut merupakan tantangan. Di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 tentang umrah itu, apalagi yang kolektif, masih harus ditangani oleh PPIU.
Sementara, saat ini Kerajaan Saudi sudah membuka jalur individu dan sangat lebih mudah. Hal inilah yang pihaknya sedang coba mitigasi.
Saat ini, PPIU yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia berjumlah 2.180. Jumlah ini meningkat 30 persen dibanding pada tahun 2021, yaitu sebanyak 1.600.
Setiap minggu, Kemenag disebut harus memberikan perizinan terhadap sekian belas atau puluh travel umrah. Ia pun disebut akan mengevaluasi hal tersebut.
"Bukan untuk membatasi. Karena walaupun dalam Undang-Undang Cipta Kerja telah memberikan kemudahan untuk melakukan usaha, tapi di saat yang sama kami pun sering mendapatkan undangan bahwa travel umrah atau bisnis umrah ini adalah salah satu yang masuk risiko tinggi,” kata Hilman.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengungkapkan kunjungan ini dilakukan untuk memastikan perlindungan kepada rakyat, khususnya perlindungan kepada jamaah umrah.
Kepada pihak terkait, seperti Angkasa Pura, Ditjen Imigrasi dan Garuda Indonesia, pihaknya memberikan kesempatan untuk menyampaikan hal-hal yang perlu didalami, terkait penjelasan penyelenggaraan ibadah haji dan juga umrah.
“Semoga kedatangan kami ke sini dapat meningkatkan kualitas layanan pihak terkait kepada masyarakat, khususnya yang ingin melakukan perjalanan ibadah umrah, serta dapat mendorong pelayanan haji dan umrah menjadi jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” ujar Ace.