REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief, menyebut pihaknya akan mengoptimalkan penggunaan produk Indonesia dalam penyelenggaraan haji 1445 H/2023 M. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengharuskan penggunaan produk Indonesia dalam penyediaan katering jamaah haji.
Menurut Hilman, biaya untuk haji sangat besar, mencapai Rp 19 triliun di setiap musim. Salah satu kebutuhan yang sangat besar adalah dalam penyediaan katering jemaah haji, sekitar Rp 2 triliun.
Karena hal itu, ia menilai perlu dilakukan kontrak kerja sama yang setara dan saling menguntungkan atau mutual and equal partnership.
"Dapur penyedia katering kita dorong untuk menggunakan sebanyak mungkin produk Indonesia. Coret dapur yang tidak mau menggunakan produk Indonesia," ujar Hilman dalan kegiatan Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M, dalam keterangan yang didapat Republika, Jumat (8/9/2023).
Bagi dapur yang sudah bagus, nantinya akan dilekukan pengecekan dan perpanjang kontrak. Namun, bagi dapur yang tidak kooperatif dan tidak mau membeli produk Indonesia, akan dicoret.
Hilman mengatakan, mengoptimalkan penggunaan produk Indonesia dalam penyelenggaraan ibadah haji harus terus diperjuangkan. Secara bertahap, hal itu sudah mulai dilakukan dan harus terus ditingkatkan.
"Kita punya kepentingan memperjuangkan penggunaan produk Indonesia. Jadi kita harus berjuang. Toh, yang diuntungkan adalah masyarakat Indonesia," kata dia.
Selama pelaksanaan ibadah haji, jamaah dari Indonesia selalu mendapat layanan katering. Tahun ini, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah mendistribusikan sekitar 5.480.625 boks katering kepada jemaah haji Indonesia.
Di Makkah, disampaikan total ada 14.506.169 boks katering yang didistribusikan kepada jamaah haji Indonesia. Sebanyak 7.774.613 boks dibagikan sebelum puncak haji.
Sementara itu, sebanyak 6.731.556 boks makanan didistribusikan setelah puncak haji. Hal ini di luar layanan katering Arafah, Mina dan Muzdalifah atau Armina.