Rabu 13 Sep 2023 19:06 WIB

Kesehatan Jadi Syarat Haji, Kriterianya Harus Jelas dan Terukur

Jika kriteria istitha'ah berdasarkan usia, banyak jamaah lansia yang masih sehat.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Dua jamaah haji kloter 30 penerbangan pertama tiba di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (2/8/2023). Sebanyak 374 jamaah haji asal Kalimantan Barat yang tergabung dalam kloter 30 tiba di Pontianak usai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah.
Foto: Antara/Jessica Wuysang
Dua jamaah haji kloter 30 penerbangan pertama tiba di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (2/8/2023). Sebanyak 374 jamaah haji asal Kalimantan Barat yang tergabung dalam kloter 30 tiba di Pontianak usai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) Aisyiyah, Sukamta menyetujui rencana mendahulukan istitha'ah kesehatan bagi para calon jamaah haji dari pelunasan biaya. Menurut dia, kriteria istitha'ah kesehatan perlu diterapkan dengan jelas dan terukur.

"Tergantung kriteria istitha'ah yang akan diterapkan. Karena berdasarkan usia boleh lansia tetapi banyak yang masih sehat," kata Sukamta, Rabu (13/9/2023).

Baca Juga

Dia menambahkan, berdasarkan pengalaman haji 2023, banyak jamaah masuk daftar risti (risiko tinggi) tetapi sehat dan aman saat beribadah. "Jadi, kalau mau diterapkan penetapan istitha'ah lebih dahulu kemudian baru boleh melunasi, saya kira tidak mengapa asalkan penetapan kriteria istitha'ah tersebut jelas dan terukur," ujarnya.

Selain itu, kebijakan ini harus diikuti solusi terbaik ketika jamaah sudah punya porsi kemudian dinyatakan tidak istitha'ah. Misal, jamaah dibadalkan oleh ahli waris yang sudah pernah haji atau dibadalkan oleh petugas. Atau seperti kebijakan sekarang digantikan oleh ahli waris walaupun belum pernah haji.

Kementerian Agama (Kemenag) berencana menerbitkan soal aturan berupa Peraturan Menteri (Permen) soal istitha'ah. Dengan berlakunya peraturan tersebut, mereka yang tidak istitha'ah dalam kesehatan tidak bisa berangkat berhaji.

Kendati demikian menurut Sukamta peraturan tersebut tidak akan merugikan bagi calon jamaah haji. Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) calon jamaah haji mereka akan tetap mendapatkan pahalanya apabila tidak jadi menunaikan rukun islam ini.

"Kalau dilihat dari untung rugi tidak tepat karena ini bukan jual beli. Yang dinyatakan tidak istitha'ah pun belum tentu rugi karena insya Allah bagi orang yang sudah mempunyai nomor porsi haji dan gagal berangkat, misal karena meninggal lebih dulu maka tetap mendapatkan pahala setara haji, fatwa MUI," kata dia.

Saat ini, ada enam juta orang yang tengah berada dalam antrean pergi haji karena sudah membayar angsuran awal Rp 25 Juta. Dana haji yang terkumpul mencapai Rp 160 triliun. Dana penyelenggaraan untuk pergi haji per tahun mencapai Rp 12 triliun.

"Saya kira sama dengan ketika dinyatakan tidak istitha'ah. Bagi pemerintah lebih tidak berisiko dalam pelaksanaannya dan secara administrasi lebih simpel," ucap Sukamta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement