Senin 18 Sep 2023 08:32 WIB

Pengelolaan Keuangan Haji, Hamdan Zoelva: Perlu Adanya Revisi Undang-Undang

Banyak warga belum mengenal istilah biaya haji.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Logo Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
Foto: bpkh.go.id
Logo Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, menilai perlunya revisi undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Hal ini guna memberikan gambaran tugas dan fungsi Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) yang kerap disalahartikan oleh umat Islam di Indonesia. 

Dia pun mencontohkan banyaknya masyarakat yang belum mengenal istilah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dalam biaya haji. Sehingga, masyarakat tidak mengetahui secara utuh tugas dan tanggung jawab BPKH dalam pengelolaan dana haji di Indonesia.

Baca Juga

"Sangat penting karena ada banyak masalah mengenai tugas dan fungsi BPKH ini yang harus diperbaiki sehubungan dengan perubahan peraturan UU yang ada khususnya UU haji dan juga dalam rangka peningkatan fungsi dan peran BPKH dalam meningkatkan nilai manfaat dari pengelolaan dana haji," ujar Hamdan dalam siaran pers yang diterima Republika pada Senin (18/9/2023).

Pada Kamis (14/9/2023) lalu, Hamdan juga sempat menghadiri acara Seminar Nasional tentang Aspek Hukum Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Haji di Univesitas Syiah Kuala. Dalam seminar ini, dia melihat ada dua paradigma yang harus diubah dalam UU Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. 

Pertama, terkait UU ini seolah-olah mendesain BPKH sebagai lembaga independen yang hanya mengelola dana haji untuk meningkatkan nilai manfaat dari hasil kelolaan keuangan haji. Sehingga seperti tidak ada hubungan nya dengan lembaga lain termasuk Kemenag, padahal kedua lembaga tersebut saling berkolaborasi dalam rangka mensukseskan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.

"Ketika kemenag membutuhkan dana haji maka seakan-akan BPKH sebagai kasir haji. Saya kira pandangan ini harus diubah, BPKH harus dilibatkan dalam seluruh proses ekosistem haji termausk penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)," ucap Hamdan.

Kedua, cara pandang membentuk UU terhadap BPKH dimana UU dibuat aturannya yang begitu sangat rigid. Dia menilai hal ini sebagai bentuk ketakutan pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan tata kelola keuangan haji.

"Saya kira kekhawatiran itu perlu, tapi membuat sangat rigid itu akan menyulitkan BPKH. Ada mekanisme lain yang tidak harus serigid itu dalam rangka menghindari salah kelola. Dua hal ini menjadi konsen dalam perbaikan per UU mengenai keuangan haji," kata Hamdan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement