REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengapresiasi Kemenag untuk menindak usaha perjalanan ibadah umroh yang tidak berijin.
Amphuri mengapresiasi atas upaya Dirbina dalam law enforcement terhadap pelaku usaha perjalanan ibadah umrah yang tak memiliki izin. Kami sangat mendukung upaya ini,” kata Ketua Umum AMPHURI, Firman M Nur kepada Republika.co.id, Selasa (3/9/2023).
Karena itu, Amphuri menghimbau masyarakat muslim yang hendak menunaikan ibadah umroh agar melalui PPIU yang berizin. Sebab, perjalanan umroh tidak seperti perjalanan wisata pada umumnya.
Perjalanan ini ada unsur ibadahnya dan diatur secara khusus oleh undang-undang tersendiri yaitu UU 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama mulai membuktikan komitmennya untuk menindak pelaku usaha perjalanan ibadah umroh yang tidak berizin. Dalam hal ini, Ditjen PHU melaui Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus (Ditbina UHK) telah melaporkan salah satu pelaku usaha ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Dalam surat laporan yang ditandatangani Direktur Bina UHK, Nur Arifin, disebutkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan dan pengawasan perjalanan ibadah umroh oleh Kemenag ditemukan aktivitas penawaran ibadah umrah non prosedural yang dilakukan oeh pelaku usaha yang tidak memiliki izin sebagai PPIU. Aktivitas penawaran tersebut dilakukan oleh seseorang yang mengaku sebagai founder-nya.
Surat bernomor B.12.004/Dj/Dt.II.IV/Kp.02.3/9/2023, tertanggal 12 September 2023 itu dijelaskan, kegiatan usaha penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang dilakukan oleh pelaku usaha umroh backpacker yang disebut dalam surat tersebut melanggar ketentuan dalam Pasal 115 dan Pasal 117 dengan ancaman pidana sesuai Pasal 122 dan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Dalam surat juga disebut pihak Kemenag melaporkan secara resmi dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan pelaku usaha umrah backpacker dimaksud. Kemenag juga meminta pihak kepolisian untuk menindaklanjuti laporannya sebagai upaya penegakan hukum dan mengurangi potensi kerugian masyarakat yang lebih besar.
Perlu diketahui, UU Nomor 8 Tahun 2019, Pasal 115 disebutkan bahwa, setiap orang dilarang tanpa hak bertindak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umroh. Kemudian pada Pasal 117 disebutkan, setiap orang dilarang tanpa hak melakukan perbuatan mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umroh.
Adapun ketentuan pidana atas pelanggaran tersebut, sebagaimana tertuang pada Pasal 122 yang berbunyi bahwa, setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umroh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak enam miliar rupiah.
Sementara pada Pasal 124 disebutkan, setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana denda paling banyak delapan miliar rupiah.
Selain itu sebenarnya laporan dan penyelidikan terkait perorangan yang melakukan pelayanan umroh non prosedural ini sudah banyak ditangani Kemenag dan kepolisian. Hanya saja belum diumumkan secara resmi.
"Kami siap membantu dan berkordinasi dengan Kemenag jika ada kasus-kasus seperti ini karena merugikan masyarakat, kami juga telah banyak mendapat laporan masyarakat terkait penyelenggara umroh yang berkedok umroh mandiri tetapi mengumpulkan dana umat untuk umroh secara ilegal,"ujar dia.