Selasa 31 Oct 2023 03:43 WIB

Tawakal dan Ikhlas dalam Pandangan Imam Al Ghazali

Imam Al Ghazali menjelaskan tentang hakikat tawakal dan ikhlas.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Imam Al Ghazali
Foto: youtube
Imam Al Ghazali

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali atau yang dikenal sebagai Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad menjelaskan tentang hakikat tawakal dan ikhlas.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, tawakal artinya pasrah diri kepada kehendak Allah dan percaya dengan sepenuh hati kepada Allah. Ikhlas artinya bersih hati dan tulus hati.

Baca Juga

Mengenai hakikat tawakal, Imam Al-Ghazali mengatakan, tawakal artinya kamu memantapkan itikad kamu dengan janji-janji Allah SWT. Yaitu kamu beritikad bahawasanya segala apa yang telah ditakdirkan bagi kamu itu pasti akan sampai kepada kamu, tidak mungkin tidak sampai kepada kamu walaupun seluruh makhluk yang ada di alam ini berusaha menghalanginya.

Sebaliknya apa-apa yang telah ditakdirkan bahwa sesuatu bukan untuk kamu sudah pasti ia tidak akan sampai kepada kamu, walaupun semua makhluk berusaha untuk menyampaikannya kepada kamu.

Imam Al-Ghazali menjelaskan hakikat ikhlas. Ikhlas artinya kamu menjadikan segala amalan kamu hanya untuk Allah SWT dan hati kamu tidak merasa senang dengan pujian manusia. Kamu juga tidak peduli dengan celaan manusia.

Mengenai ubudiyah, Imam Al-Ghazali menjelaskan ubudiyah mengandungi tiga perkara. Pertama, menjaga hukum-hukum syariat. Kedua, ridho dengan qada dan qadar. Ketiga, kamu mencari keridhaan Allah SWT walaupun kamu terpaksa meninggalkan kehendak diri kamu sendiri.

Imam Al-Ghazali dalam bukunya juga menjelaskan bahwa ilmu tasauf itu mempunyai dua unsur. Pertama, istiqamah (tetap pendirian). Kedua, baik sikapnya terhadap mahkluk.

Maka siapa yang tetap pendiriannya dan baik akhlaknya dengan manusia, dan bergaul dengan lemah lembut, maka orang itu adalah seorang sufi.

Istiqamah bermakna bahawa ia mengorbankan segala kehendak nafsunya untuk mendapatkan keindahan peribadinya. 

Kamu tidak memaksa manusia mengikut kehendak kamu, bahkah sebaliknya kamu memaksakan diri kamu untuk melayani kehendak mereka, selama tidak ada di sana perkara yang menyalahi hukum Allah SWT atau syariat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement