Kamis 16 Nov 2023 13:34 WIB

Istithaah Keuangan Haji Jadi Syarat Penting, Seperti Kesehatan

istithaah dari aspek keuangan dalam rangka menjaga stabilitas nilai manfaat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
 Istithaah Keuangan Haji Jadi Syarat Penting, Seperti Kesehatan. Foto: Dana Haji (ilustrasi)
Foto: Republika
Istithaah Keuangan Haji Jadi Syarat Penting, Seperti Kesehatan. Foto: Dana Haji (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengundang sejumlah tokoh ormas Islam untuk membahas masalah istithaah keuangan bagi jamaah haji. Hadir perwakilan dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Washliyah, Persatuan Islam (Persis), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU), serta Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.

Direktur Bina Haji Kemenag, Arsad Hidayat mengatakan, istithaah keuangan (maliyah) sangat penting dalam penyelenggaraan ibadah haji. Menurutnya, ketidakmampuan jamaah secara finansial akan menggugurkan kewajiban ibadah hajinya.

Baca Juga

Arsad menilai hal ini perlu menjadi perhatian karena dia mensinyalir masih ada praktik dana talangan yang dilakukan lembaga keuangan dengan dalih membantu jamaah untuk bisa mendaftarkan haji. Padahal, bisa jadi jamaah yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai. Model dana talangan ini juga pada akhirnya menyebabkan daftar antrian (waiting list) haji semakin panjang.

"Jangan sampai jamaah memaksakan diri melalui dana talangan, padahal dia tidak mampu, ini juga menjadi salah satu penyebab tambah panjangnya antrian jamaah haji," kata Arsad dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (15/11/2023).

Arsad mengatakan, sebagaimana kesehatan, kemampuan secara finansial juga menjadi syarat penting bagi jamaah haji. Ini perlu dirumuskan agar bisa dipahami jamaah. Sehingga bagi jamaah yang tidak mampu secara finansial tidak perlu memaksakan.

Arsad mengatakan, rumusan istithaah finansial juga penting, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat komposisi yang lebih berkeadilan antara biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayar langsung oleh jamaah dan biaya haji yang bersumber dari nilai manfaat. 

Sebagaimana diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari sejumlah sumber, antara lain Bipih yang dibayar jamaah dan nilai manfaat setoran awal. BPIH 2023 misalnya, rata-rata sebesar Rp 90.050.637. Jumlah ini terdiri atas, Bipih yang harus dibayar langsung jamaah sebesar Rp 49.812.700 (55,3 persen) dan sisanya sebesar Rp40.237.937 (44,7 persen) dibebankan kepada nilai manfaat.

"Komposisi antara Bipih dan nilai manfaat harus dirumuskan secara lebih berkeadilan. Sebab, nilai manfaat setoran awal juga menjadi hak jamaah yang masih dalam antrean. Rumusan istithaah keuangan ini penting sebagai pertimbangan dalam menetapkan komposisi tersebut," ujar Arsad.

Ia mengatakan, pemerintah sangat concern terhadap rumusan komposisi pembiayaan haji yang berkeadilan ini. Penghitungan komposisi Bipih dan nilai manfaat harus mempertimbangkan aspek keadilan. Artinya, setiap jamaah haji mendapatkan bagian dari nilai manfaat setoran awalnya secara lebih berkeadilan. Hal ini akan menjaga keberlanjutan nilai manfaat yang juga menjadi hak jamaah yang masih dalam antrian.

"Penghitungan komposisi BPIH harus dihitung betul dan secermat mungkin, agar dapat memberikan kemanfaatan tidak hanya buat jamaah haji yang berangkat saat ini tapi juga mereka yang akan berangkat di tahun-tahun ke depan," ujar Arsad.

Arsad berharap diskusi ini memberikan sebuah perspektif fikih tentang istithaah finansial sekaligus mengkaji komposisi pembiayaan haji yang lebih berkeadilan.

Kasubdit Bimbingan Jamaah, Khalilurrahman menambahkan, kegiatan ini bertujuan untuk mengkategorisasi istithaah dari aspek keuangan dalam rangka menjaga stabilitas nilai manfaat keuangan haji agar berkeadilan dan berkelanjutan.

“Saya berharap kegiatan ini melahirkan rekomendasi untuk membuat kebijakan terkait keberlangsungan nilai manfaat," ujar Khalilurrahman.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement