Kamis 07 Dec 2023 10:15 WIB

Sejarah Penipuan Biro Perjalanan Haji Swasta di Era Kolonial Belanda

Kasus penipuan biro haji terjadi di zaman Belanda.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Kapal yang membawa jamaah haji berangkat ke Makkah pada tempo dulu.
Foto: wikipedia
Kapal yang membawa jamaah haji berangkat ke Makkah pada tempo dulu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di zaman kolonial Belanda, sebelum bangsa Indonesia meraih kemerdekaan, dalam catatan sejarah sudah terjadi penipuan oleh biro perjalanan ibadah haji milik swasta. Sebelumnya, ketika Belanda menjajah bumi Nusantara juga mengelola pelayaran bagi jamaah haji. Namun, fasilitas yang diberikan kepada jamaah haji sangat memprihatinkan, jauh dari standar nyaman dan aman.

Meski demikian, keinginan umat Islam dari bumi Nusantara (Indonesia) untuk pergi haji terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Situasi ini dimanfaatkan oleh maskapai pelayaran yang seolah tidak peduli dengan pembatasan dari pemerintah kolonial Belanda. 

Baca Juga

Guru besar sejarah Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dien Madjid, mengungkapkan maskapai pelayaran bekerja sama dengan syekh-syekh asal Indonesia dan Arab untuk mencari klien yang akan pergi haji. Sehingga maskapai pelayaran itu mendapatkan keuntungan dari jamaah haji yang berangkat dan pulang.

Dalam buku Biro Perjalanan Haji di Indonesia Masa Kolonial terungkap persaingan untuk mendapatkan jamaah haji kerap dilakukan dengan cara-cara yang curang dan melibatkan aparatur negara. 

Pada tahun 1893, salah seorang jamaah haji melaporkan Wedana Tjilegon (Cilegon) bernama Entol Goena Djaja kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda karena telah menahan surat jalan (pas) banyak orang yang akan pergi haji. 

Wedana Tjilegon hanya membolehkan jamaah yang akan pergi haji menggunakan biro perjalanan Herklosts serta dilarang menggunakan maskapai pelayaran lainnya. Sebagai kompensasi dari menerapkan aturan itu, Wedana Entol Goena Djaja akan mendapatkan suap dari Herklosts berupa diberangkatkan haji dengan gratis untuk anak dan mertuanya, dan mendapatkan akomodasi berupa makan, minum dan penginapan secara gratis selama menjalankan ibadah haji.

Dijelaskan bahwa Siti Rahmawati (2018) dalam skripsinya menyebut bahwa Herklosts adalah contoh kebobrokan biro perjalanan haji swasta di masa Hindia Belanda. Nama biro haji Herklosts diambil dari nama pendirinya yakni Johannes Gregorius Marianus (J.G.M) Herklosts yang merupakan blasteran Jawa-Belanda dari Indramayu.

Herklosts memulai bisnisnya sejak ia bergabung ke dalam agen perjalanan haji, firma Knowles & Co di Batavia (Jakarta) yang dimiliki seseorang bernama Keukenis. Kegigihan dan etos kerjanya selama bekerja dengan firma Keukenis itu, membuatnya dipercaya untuk membangun cabang di Arab Saudi.

Atas izin dan perlindungan dari konsul Belanda di Jeddah, Herklosts memulai bisnis travel hajinya untuk memulangkan para jamaah haji ke Pulau Jawa. Modalnya tidak begitu banyak, namun ia ditopang oleh Syarif besar di Makkah. 

Bisnisnya dimulai dengan cara mencarter kapal api British India Steam Navigation Company Limited. Herklosts mempromosikan bisnisnya melalui reklame-reklame tentang pelayanan yang istimewa, agar jamaah haji menggunakan jasanya.

Herklosts juga menipu Syarif besar di Makkah dengan mengaku sebagai seorang Muslim dan mengubah namanya menjadi Abdul Hamid. Hal itu Herklosts lakukan karena sang Syarif tidak mau melibatkan non-Muslim untuk mengendalikan agen perjalanan haji. Sang Syarif diketahui telah menyumbang 150.000 Gulden kepada Abdul Hamid alias Herklosts.

Modal besar dari hasil penipuan membuat Herklosts semakin gelap mata. Herklosts mencarter sebuah kapal api dan mengumpulkan calon jamaah sebanyak-banyaknya, tanpa mempedulikan kapasitas kapal carterannya. Herklosts juga mematok harga tiket yang mahal.

Ada sebuah kejadian dimana 2.000 orang calon penumpang telah membayar biaya perjalanan, namun kapal yang dinanti tidak kunjung datang. Kondisi ini membuat para jamaah haji sangat dirugikan karena mereka harus menunggu berhari-hari dan berkemah di bawah langit terbuka.

Herklosts akhirnya mendatangkan kapal carteran lain yaitu kapal Samoa, dengan kapasitas cukup besar yakni 4.507 ton. Namun, jamaah haji tetap harus berjubel sesak dengan ventilasi yang kurang memadai di dalam kapal. 

Atas kekecewaan penumpangnya, Herklosts ditahan oleh konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Herklosts kemudian dibawa ke meja hijau di Batavia (Jakarta). Namun hakim memutuskan Herklosts tidak bersalah. Dewan Justisi Batavia akhirnya melepaskannya dalam pengawasan. Dilansir dari buku Sejarah Ibadah Haji Indonesia Dari Masa ke Masa yang diterbitkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), 2023. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement