Ahad 11 Feb 2024 01:11 WIB

Catatan Sejarah Gambarkan Kesulitan Perjalanan Haji di Era Kolonialisme

Di era sekarang, BPKH melakukan pengelolaan keuangan haji.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Kapal yang membawa haji indonesia.
Foto:

Pelayaran Jamaah Haji Era Kolonial Memprihatinkan

Tahun 1799 VOC resmi bubar, penanganan haji diambil alih oleh kolonial Belanda. Industri pelayaran semakin berkembang, karena teknologi yang semakin maju. Semakin cepat waktu tempuh juga membuat semakin banyak umat Islam yang ingin berhaji. Potensi bisnis ini ditangkap Belanda dengan mengangkut sebanyak-banyaknya jamaah dalam satu pelayaran. Banyaknya jamaah haji yang diangkut tidak berbanding lurus dengan pelayanan dan kenyamanan.

Penasihat kolonial Belanda Snouck Hurgronje mencatat ada 700 jamaah haji yang diangkut oleh kapal Gelderland ke Jeddah. Namun tidak diimbangi dengan jumlah makanan yang memadai, fasilitas kesehatan juga sangat kurang. Keamanan dalam perjalanan juga tidak menjadi prioritas.

Menurut guru besar sejarah Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dien Madjid, banyak penumpang yang terpaksa tidur di dek kapal tanpa kasur atau di atas tumpukan barang, terhimpit koper milik jamaah dan kerap kali tanpa penerangan. Saat malam ombak besar menerjang, air laut masuk dan membasahi tubuh mereka. Koper milik penumpang terlempar ke laut dan baru disadari ketika pagi datang.

Pakaian, surat-surat penting, emas dan barang berharga lain milik jemaah musnah, hanya tersisa kain di badan. Ketika kapal sandar, yang bersangkutan akan melaporkan ke konsulat untuk mendapatkan perlindungan sesuai ketentuan yang berlaku.

Seiring dengan waktu, semakin banyak orang pribumi yang tidak kembali ke Tanah Air hingga bertahun-tahun berada di Tanah Suci meskipun musim haji telah berlalu. Laporan konsul Belanda di Jeddah pada tahun 1898 Masehi (1315 Hijriyah) mencatat ada 13.325 warga Hindia Belanda tinggal di Tanah Suci terdiri atas pria, wanita maupun, anak-anak baik sebagai jamaah haji ataupun menetap (mukimin).

Sebelumnya Belanda juga mencatat sepanjang tahun 1850-1856 tercatat 12.985 warga Hindia Belanda berangkat pergi haji. Namun yang kembali ke Tanah Air hanya 5.594 orang saja. Situasi ini membuat kolonial semakin cemas. Terlebih setelah kembali ke Indonesia, seseorang terlihat lebih fanatik, berani serta memiliki wawasan yang lebih luas.

Belanda mencari cara mengurangi animo umat Islam Hindia Belanda (Indonesia) untuk berhaji tanpa harus mengalami perlawanan fisik yang merugikan kolonial.

Belanda Persulit Muslim Nusantara Berangkat Haji...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement