REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi melarang pelaksanaan umroh lebih dari satu kali selama bulan Ramadhan. Kebijakan itu sebagai upaya pemerintah Arab Saudi mengatur kenyamanan jamaah.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menilai larangan melaksanakan umroh lebih dari satu kali selama Ramadhan hanya persoalan teknis. Gus Yahya tak mempersoalkan itu karena tak berkaitan dengan ritual ibadah.
"Pemerintah (Arab Saudi) punya hak. Kalau dirasa terlalu padat dengan kapasitas layanan, tak bisa dipaksakan," ujar Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Menurut Gus Yahya, semua orang harus menaati aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi. Ini karena mereka telah memiliki perencanaan yang matang mengapa aturan tersebut dikeluarkan. Gus Yahya menegaskan selama tidak berurusan dengan ritual maka tidak perlu dipermasalahkan.
Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi melarang melaksanakan umroh berulang kali selama bulan Ramadhan. Peraturan ini dikeluarkan guna mengurangi kepadatan berlebihan untuk melaksanakan ibadah selama bulan Ramadhan yang merupakan puncak musim umroh tahun ini.
“Izin menunaikan ibadah umroh dua kali atau lebih tidak akan diberikan selama bulan suci. Langkah ini untuk mengurangi kemacetan dan memberikan kesempatan bagi seluruh jamaah lainnya untuk menunaikan umroh dengan mudah dan nyaman selama bulan suci,” kata Kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Saudi Gazette.
Pada sistem aplikasi Nusuk, jika ada jamaah yang ingin menerbitkan izin umroh kedua kalinya selama Ramadhan akan otomatis tertolak. Kementerian juga mengingatkan agar jamaah mematuhi aturan slot waktu yang diberikan selama ibadah umroh.
Dalam aplikasi Nusuk, tak ada opsi mengubah waktu janji umroh. Kendati demikian, jamaah dapat menghapus janji temu melalui aplikasi jauh sebelum waktu janji temu. Dan mereka kemudian dapat mengeluarkan izin baru sesuai ketersediaan.