REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Nabi Hud Alahissalam merupakan Nabi ke-4 jika merujuk pada nama-nama 25 Nabi dan Rasul yang wajib diketahui. Dimulai dengan Nabi Adam Alaihissalam, Nabi Idris Alaihissalam, Nabi Nuh Alaihissalam, Nabi Hud Alaihissalam dan seterusnya hingga Nabi Muhammad SAW.
Peneliti mengungkapkan bahwa pada saat berada di bumi, Nabi Adam telah dibekali kemampuan bercocok tanam dan beternak hewan oleh Allah SWT. Artinya di zaman Nabi Adam, manusia sudah bisa bercocok tanam dan beternak. Maka dapat disimpulkan bahwa Nabi Adam tidak tinggal di gua dan makan dengan berburu. (Arkeolog, Profesor Ali Akbar dalam buku Asal-Usul Manusia Pertama di Bumi)
Sumber lain (para peneliti lainnya) juga mengungkapkan bahwa dalam ayat-ayat Alquran tersirat penjelasan tentang tingkat pencapaian kebudayaan kaum Nabi Hud yang lebih maju dibandingkan kaum Nabi Nuh. Sebab periode Nabi Hud setelah Nabi Nuh.
Dalam Surat Asy-Syu‘ara' Ayat 123 - 135, Allah meriwayatkan tentang kaum ‘Ad, dalam ayat-ayat tersebut tersirat informasi mengenai tingkat peradaban manusia di era Nabi Hud.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
كَذَّبَتْ عَادُ ِۨالْمُرْسَلِيْنَ ۖ
اِذْ قَالَ لَهُمْ اَخُوْهُمْ هُوْدٌ اَلَا تَتَّقُوْنَ ۚ
اِنِّيْ لَكُمْ رَسُوْلٌ اَمِيْنٌ ۙ
فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِ ۚ
(Kaum) ‘Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka, Hud, berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul tepercaya (yang diutus) kepadamu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (QS Asy-Syu‘ara' Ayat 123-126)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ
اَتَبْنُوْنَ بِكُلِّ رِيْعٍ اٰيَةً تَعْبَثُوْنَ ۙ
وَتَتَّخِذُوْنَ مَصَانِعَ لَعَلَّكُمْ تَخْلُدُوْنَۚ
وَاِذَا بَطَشْتُمْ بَطَشْتُمْ جَبَّارِيْنَۚ
Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (ajakan) itu. Imbalanku tidak lain, kecuali dari Tuhan semesta alam. Apakah kamu mendirikan istana di setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati? Kamu (juga) membuat benteng-benteng dengan harapan hidup kekal? Apabila menyiksa, kamu lakukan secara kejam dan bengis. (QS Asy-Syu‘ara' Ayat 127-130)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِۚ
وَاتَّقُوا الَّذِيْٓ اَمَدَّكُمْ بِمَا تَعْلَمُوْنَ ۚ
اَمَدَّكُمْ بِاَنْعَامٍ وَّبَنِيْنَۙ
وَجَنّٰتٍ وَّعُيُوْنٍۚ
اِنِّيْٓ اَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ ۗ
Maka, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Bertakwalah kepada (Allah) yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia (Allah) telah menganugerahkan hewan ternak dan anak-anak kepadamu. (Dia juga menganugerahkan) kebun-kebun dan mata air. Sesungguhnya aku takut bahwa kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat.” (QS Asy-Syu‘arā' Ayat 131-135)
Penggunaan kata “kebun” dan “binatang ternak” pada terjemahaan ayat Alquran di atas menunjukkan bahwa kaum Nabi Hud telah memiliki kemampuan bercocok tanam dan beternak, kemampuan-kemampuan yang dikembangkan manusia pada masa Neolitik.
Nabi Hud juga hidup di antara manusia yang jumlahnya banyak atau dapat disebut suatu kaum. Kaum ini ternyata telah mampu membuat “bangunan” dan “benteng” sebagaimana dijelaskan pada ayat Alquran di atas.
Benteng bukanlah bangunan sederhana, sebab bangunan benteng berbentuk besar, tinggi, dan tebal. Sehingga dibutuhkan banyak manusia dan kemampuan mobilisasi massa serta teknologi tinggi untuk membangun benteng.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَاُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوْحٍ وَّعَادٍ وَّثَمُوْدَ ەۙ وَقَوْمِ اِبْرٰهِيْمَ وَاَصْحٰبِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكٰتِۗ اَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنٰتِۚ فَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
Apakah tidak sampai kepada mereka berita (tentang) orang-orang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Samud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (kaum Lut) yang kota-kotanya dijungkirbalikkan? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Allah tidak akan pernah menzalimi mereka, tetapi merekalah yang selalu menzalimi diri sendiri. (QS At-Taubah Ayat 70)
Ayat di atas semakin menegaskan bahwa kaum Nabi Hud telah cukup besar dan berkembang sedemikian rupa. Sehingga tidak lagi disebut kampung, melainkan kota, bahkan disebut “negeri.” Istilah “negeri” mengacu pada pengertian adanya masyarakat kota yang cukup maju dengan intensitas kegiatan yang cukup tinggi dan ditopang oleh desa atau kampung di sekitarnya.
Mengacu pada sejarah kebudayaan, periode ketika manusia telah mengembangkan kehidupan perkotaan adalah ketika manusia masuk pada zaman logam, atau secara spesifik pada masa Revolusi Perkotaan. Sebuah negeri dengan aktivitas perkotaan sewajarnya meninggalkan bukti-bukti yang melimpah. Namun, kehancuran negeri ini akibat angin membuat bukti-bukti tersebut sulit ditemukan, meskipun tidak berarti tidak dapat ditemukan.
Dilansir dari buku Kisah Para Nabi Pra Ibrahim Dalam Perspektif Alquran dan Sains yang disusun Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 2012.