REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan, menanggapi persoalan haji ilegal dengan menggunakan visa nonhaji. Menurut dia, pemerintah Arab Saudi perlu tegas dalam melaksanakan tata kelola haji sehingga jamaah haji Indonesia pun mendapatkan layanan yang prima.
"Pemerintah Arab Saudi harus tegas terhadap arus masuk visa ziarah ini, sehingga jamaah haji Indonesia bisa melakukan haji secara prima yakni pelayanan haji yang ramah, menyenangkan, aman dan nyaman," kata Amirsyah, kepada Republika.co.id, Ahad (28/4/2024).
Dia berpendapat, potensi penyalahgunaan penggunaan visa nonhaji pada musim haji 2024 bisa dicegah selama aturan dilaksanakan secara ketat dan ada pemeriksaan yang intensif dari otoritas Saudi.
Amirsyah juga mengimbau masyarakat agar tidak tergoda dan tertipu tawaran haji tanpa antrean dengan menggunakan visa ummal (pekerja), visa ziarah (turis) dan visa-visa lain yang bukan haji. "Bahkan sampai ada yang menawarkan visa petugas haji," tuturnya.
Menurut Amirsyah, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pada pasal 18, telah mengatur bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia, dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Visa haji kuota Indonesia meliputi haji reguler yang diselenggarakan pemerintah, dan kedua ialah haji khusus yang diselenggarakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
"Kita bersyukur tahun ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221 ribu jamaah. Indonesia juga mendapat 20 ribu tambahan kuota. Sehingga, total kuota haji Indonesia pada operasional 1445 H/2024 M adalah 241 ribu jamaah," kata dia.
Namun, dia menambahkan, harus dilakukan tata kelola berdasarkan aturan yang tegas. Sehingga pengelolaan haji berlangsung aman dan nyaman untuk semua pemangku kepentingan. Bahkan tata kelola yang baik bisa untuk penguatan ekosistem ekomomi keuangan syariah.
"Ibadah haji merupakan ibadah yang sakral dengan niat ikhlas karena Allah. Jadi jangan mudah terpengaruh dengan iming-iming agar tidak terkena masalah," tuturnya.
Hukuman dari pemerintah Saudi menanti bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran penggunaan visa termasuk berhaji dengan visa nonhaji seperti visa ziarah dan lainnya. Sekjen Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU), Muharom Ahmad menyampaikan, Saudi telah mengatur hukuman bagi pelanggaran penggunaan visa.
Jika berangkat ke Saudi dengan visa kunjungan atau umroh untuk berhaji, maka langsung ditahan dan dikenakan denda 50 ribu riyal (sekitar Rp 216 juta). "Juga di-blacklist tidak boleh ke Saudi selama 10 tahun," ujarnya.