REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj berharap agar tragedi Musdzalifah tahun 2023 tidak terulang pada pelaksanaan haji tahun ini. Meski bukan kesalahan pemerintah Indonesia, Mustoih berharap, pemerintah dapat memberikan teguran dan meminta pertanggungjawaban kepada para perusahaan penyedia layanan transportasi di Arab Saudi agar dapat melayani jamaah dengan profesional.
Dosen di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan bahwa pemberangakatan misi haji Indonesia hanya tinggal menghitung hari, karena apabila merujuk pada jadwal resmi yang telah dirilis Kementerian Agama, maka gelombang pertama akan diberangkatkan mulai 12 Mei 2024. Ribuan calon jamaah akan meninggalkan tanah air menuju tanah suci di Arab Saudi.
Musim haji tahun ini tercatat sebagai misi haji terbesar dengan jumlah 241 ribu jamaah yang biasanya kuotanya sebanyak 221 ribu orang. Jumlah tersebut terdiri dari 213.320 jamaah regular dan 27.680 jamaah haji khusus, dimana didalamnya terdapat 40 ribuan jamaah lansia.
Dengan situasi tersebut maka penyelanggaran haji tahun ini tidaklah mudah, memiliki tantangan yang tidak ringan. Oleh sebab itu, Komnas Haji meminta pemerintah agar lebih serius dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini sehingga bisa berjalan baik, aman dan nyaman bagi jamaah menjalankan semua prosesi beribadah.
“Tragedi di Muzdalifah pada 2023 yang membuat ribuan jamaah merana dan sengsara karena terpanggang terik matahari berjam-jam-jam, dari pagi hingga siang hari, bahkan menyebabkan sejumlah jamaah meninggal, tidak boleh terulang di tahun ini. Terlebih prosesi mabit di Muzdalifah merupakan rangkaian puncak haji yang semestinya mendapatkan perhatian khusus dan merupakan titik krusial. Karena itu, area Muzdalifah pada tahun ini mesti mendapatkan perhatian khusus dari penyelenggara,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (6/5/2024).
Penyelenggaraan ibadah haji 2023 yang semula berjalan baik dan lancar tiba-tiba saja ambyar, penuh jeritan, dan tangis karena menjadi tragedi. Ribuan jamaah yang bergerak dari Arafah untuk malaksanakan mabit di Muzdalifah semestinya segera dijemput bus lalu bergerak ke Mina untuk persiapan lempar jumrah.
Mereka ternyata lambat dievakuasi oleh armada perusahaan dari Masyariq selama berjam-jam dengan alasan terjebak kemacetan hebat. Akibatnya, ribuan jamaah Indonesia tertahan di Muzdalifah yang minim tempat berteduh.
Jamaah terpanggang matahari yang sangat terik, terlebih tidak ada suplai air dan makanan. Sehingga terpaksa ada yang bertahan dengan mengandalkan bekal seadanya, bahkan sampai harus mengais air minum bekas. Banyak yang tidak kuat karena suhu yang begitu panas terutama para lansia. Ada yang pingsan, ada pula yang meninggal dunia.
Tragedi di Muzdalifah tentu saja berimbas bagi daya tahan dan kesehatan jamaah karena harus segera ke Mina, terlebih mereka mesti melanjutkan prosesi lempar jumrah di Jamarat bolak balik tiga kali yang jaraknya beberapa kilometer.
Sehingga banyak jamaah yang ambruk dan jatuh sakit. Memang peristiwa ini bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, melainkan itu perusahaan penyedia transportasi di Arab Saudi.
“Oleh sebab itu, atas tragedi 2023 tersebut pemerintah harus tegas dan zero telorance terhadap perusahaan penyedia layanan transportasi, dengan alasan apapun tidak boleh terjadi lagi tragedi Muzdalifah maupun ditempat-tempat lain yang menjadi titik krusial. Karena bukan saja ibadah menjadi tidak nyaman tetapi menyebabkan persoalan kesehatan bahkan kematian,” katanya.
Jika melihat desain persiapan haji 2024 yang lebih matang dan sudah disiapkan lebih dini, Komnas Haji optimistis tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Terlebih, penyelenggaraan haji 2024 ini merupakan prosesi haji terakhir bagi kabinet Presiden Joko Widodo yang akan berakhir Oktober mendatang, karenanya sudah seharusnya mendapatkan perhatian spesial.