Oleh Muhyiddin, dari Makkah Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Setiap pagi, para petugas haji di Kantor Daerah Kerja Makkah selalu menggelar Apel. Seperti biasa, ketika apel para petugas mendapatkan arahan dan info terbaru terkait layanan jamaah haji di Makkah. Sebagai pemicu semangat, kami juga selalu menyanyikan Mars Petugas Haji Indonesia.
Apel yang digelar pada Ahad (26/5/2024) pagi itu dipimpin oleh Ali Nurokhim, Kepala Seksi Perlindungan Jemaah (Linjam) Daker Makkah. Dalam arahannya, bapak tentara ini menegaskan kepada para petugas haji untuk selalu disiplin dan ikhlas dalam melayani seluruh jamaah haji Indonesia.
Apel berlangsung sekitar 30 menitan. Setelah bubar, para petugas haji pun kembali menjalankan tugasnya masing-masing. Namun, pada pagi itu, ada suasana yang berbeda di ruang tamu Kantor Daker Makkah. Di sana tampak beberapa jamaah berpakaian ihram sedang duduk santai di sofa.
Lima jamaah itu tertinggal dari rombongannya saat akan berangkat ke Makkah beberapa waktu lalu. Sehingga, mereka tertahan di Madinah. Mereka adalah Kasirun, Sochib, Dany Abasdin, Pangesti Putri, dan Majasia. Mereka semua merupakan jamaah lansia, kecuali Pangesti Putri.
Salah satu jamaah asal Padang, Kasirun (73 tahun) tampak gembira saat disapa ramah oleh para petugas haji yang lewat. Kepala Daker Makkah, Khalilurrahman yang lewat juga turut menyapa, bahkan menawari mereka kopi.
"Bapak ibu mau kopi atau teh? ujar Khalil menawarkan.
Tiga jamaah laki-laki menyambut tawaran ngopi itu. Sedangkan jamaah perempuan, Pengesti Putri lebih memilih minum teh. Sementara itu, Majasia yang duduk di kursi roda hanya meminta air putih. Sebelum itu, mereka juga telah disuguhkan makan oleh petugas di Daker Makkah.
"Sudah makan tadi. Makannya enak, makan nasi kuning," ucap Kasirun sambil tertawa.
Mulai dari ngopi bareng itu, perbincangan jamaah bersama petugas terus mengalir. Saat berbincang santai dengan Kasirun, Khalil pun mengingatkan kepada jamaah yang terpisah dari rombongannya itu agar tidak pernah melepaskan gelang identitasnya. Karena, menurut dia, gelang yang terbuat dari logam itu sangat penting bagi jamaah calon haji selama berada di Tanah Suci.
"Ini penting. Jadi kita tahu bapak ibu dari mana asal kloternya dan hotelnya. Jadi kami bisa bantu bapak kalau ada ini (gelang jamaah)," ucap Khalil.
Setelah menelusuri identitas mereka, lalu petugas haji pun melacak hotel rombongan jamaah yang tercecer tersebut. Sebelum diantar ke hotel mereka, Khalil pun memerintahkan beberapa petugas untuk mengantar mereka melakukan ibadah umrah wajib dulu ke Masjidil Haram.
Saya termasuk salah satu petugas yang diminta untuk melayani para duyufurrahman tersebut. Sebelumnya, para tamu Allah itu telah mengambil Miqat di Masjidi Bir Ali, Madinah. Selanjutnya mereka harus melaksanakan ibadah umrah wajib.
Cuaca di Makkah sudah mendekati angka 40° celsius. Kami pun menyiapkan berbagai peralatan tempur, seperti sunscreen spray untuk melindungi kulit dari cuaca ekstrem, beberapa botol air minum untuk jamaah, serta kantong sandal ketika akan masuk ke Masjidil Haram.
Tak lupa, para petugas laki-laki yang akan mengantar para tamu Allah itu juga membawa kain ihram. Karena, untuk melakukan thawaf di lantai satu Masjidil Haram kini diwajibkan untuk memakai kain ihram.
Petugas yang akan membimbing ibadah para tamu Allah itu adalah Abdulloh Fahmi atau yang akrab dipanggil Gus Fahmi. Pria asal Pasuruan ini lah yang akan memandu jamaah dalam melaksanakan thawaf, sai, dan tahallul.
Sekitar pukul 09.00 pagi, saya bersama Gus Fahmi serta empat petugas haji lainnya berangkatlah ke Masjidil Haram untuk menemani mereka melakukan umrah Wajib. Setelah menempuh perjalanan enam kilometer, sampailah kami di Terminal Jiyad.
Dari Terminal Jiyad, kami pun menuju pintu masuk Masjidil Haram. Jamaah yang belum memiliki wudhu lalu kami antar ke tempat wudhu, dan para petugas pun segera berganti pakaian ihram. Setelah siap semua, kami masuk ke kawasan Baitullah.
Masjidil Haram tetap sejuk meski panas terik matahari menyelimuti langit Kota Makkah. Empat jamaah lansia kemudian mengatah ke lantai satu untuk melakjkan thawaf. Sementara, satu jamaah, Majasia yang menggunakan kursi roda melakukan thawaf di lantai dua denganàqq didampingi dua orang petugas perempuan, Indah dan Salmah.
Saya pun diminta untuk terus mendampingi Kasirun yang akan melakukan thawaf di lantai satu Masjidil Haram. Saat pertama kali menginjakkan kakinya di hadapan Ka'bah, Kasirun merasa heran.
"Ternyata dingin ya lantainya. Padahal cuacanya panas sekali, kok bisa ya? Saya pikir melepuh kaki ini, ternyaya nggak," ujarnya yang melakukan thawaf tanpa alas kaki.
Tidak hanya Kasirun, sebenarnya banyak orang yang heran dan bertanya-tanya mengapa lantai keramik di area Mataf (tempat thawaf) Masjidil Haram tetap sejuk meskipun terik matahari sangat panas.
Lantai satu Masjidil Haram itu tetap sejuk karena menggunakan bahan marmer jenis Thassos. Marmer Thassos adalah marmer paling putih dan langka di dunia dan butirannya berukuran kecil. Dengan kesejukan itu, Kasirun bisa khusyu' dalam dalam melafalkan doa-doa di hadapan Ka'bah.
Kasirun merupakan pensiunan guru Sekolah Dasar (SD) di Bengkulu. Setelah pensiun pada Agustus 2010 lalu, Kasirun bercita-cita untuk pergi ke Baitullah bersama istrinya. Lalu, ia pun menabung gaji pensiunannya dan mulai mendaftar haji pada 2012. Dia pun bersyukur akhirnya bisa naik haji tahun ini.
"Saya sangat gembira bisa berangkat haji tahun ini. Kami berterimakasih kepada kalian telah membantu kami dengan ikhlas," kata Kasirun.
Istri Kasirun, Sri Mulyani telah tiba di Makkah lebih dulu. Selama terpisah, Kasirun tak henti-hentinya menenangkan istrinya. Karena, ia yakin petugas haji Indonesia akan mengantarkannya juga ke Makkah.
"Setelah ini pasti kita bertemu, jadi santai saja," katanya.
Memijat Jamaah
Dalam melaksanakan rangkaian ibadah umrah wajib itu, jamaah lansia itu memb perjuangan. Setelah jamaah melaksanakan thawaf tujuh kali, jamaah pun meminum air zam-zam dan beristirahat sejenak dengan duduk di lantai.
Askar yang bertugas di Masjidil Haram tiba-tiba datang menghampiri kami. Namun, tampaknya petugas keamanan itu dapat memaklumi jamaah yang tengah duduk beristitahat dan kelelahan.
Mereka duduk berselonjor. Salah satu petugas dari Mesia Center Haji (MCH), Bagus Priambodo kemudian berinisiatif untuk memijat kaki jamaah yang didampinginya, yaitu Sochib. Jamaah asal Cilacap itu pun tampak merasa keenakan. Apalagi, Bagus juga menggunakan salep saat memijatnya.
Setelah istirahat sejenak, kami pun melanjutkan ke area Masa'a, tempat jamaah melaksanakan ibadah sai. Saya masih tetap mendampingi Kasirun dan Bagus menuntun Sochib.
Namun, salah satu jamaah lansia lainnya, Dany Abasdin mengaku tidak sanggup lagi untuk melangkahkan kakinya. Petugas yang mendampinginya, Faiz lalu mencarikan jasa pendorong kursi roda untuknya.
Untuk menggunakan jasa pendorong kursi roda itu, jamaah harus membayar 75 riyal atau sekitar Rp 321 ribu. Dengan menggunakan jasa kursi roda, Dany pun bisa menyelesaikan ibadah sainya lebih cepat dibandingkan jamaah lainnya.
Meskipun sudah tak muda lagi, jamaah lansia lainnya juga berhasil menuntaskan semua rangkaian ibadah umrah wajib itu, mulai dari thawaf tujuh kali putaran, sai dari bukit Safa ke Marwah tujuh kali, hingga tahallul. Setelah itu, kami antarkan mereka ke hotelnya masing-masing.