REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan tidak akan ada perubahan rencana untuk membangun permukiman Yahudi ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Pernyataan tersebut muncul usai pertemuan yang diadakan di Aqaba, Yordania pada Senin (27/2/2023), yang diikuti Palestina, Israel, Yordania, Amerika Serikat (AS) dan Mesir.
Perdana Menteri Israel itu menyangkal berita media Israel yang mengatakan negara itu setelah mengikuti pertemuan memutuskan menghentikan sementara pembangunan permukiman baru di Tepi Barat selama empat bulan.
"Pembangunan dan rencana di Yudea dan Samaria (sebutan Yahudi untuk Tepi Barat) akan berlanjut sesuai dengan rencana awal dan dijadwalkan tanpa perubahan. Tidak ada dan tidak akan ada penghentian," cicit Netanyahu dalam media sosial.
Kementerian Luar Negeri Yordania menerbitkan pernyataan penutup atas pertemuan keamanan di Aqaba yang berisi: Pemerintah Israel dan Otoritas Nasional Palestina memastikan kesiapan dan komitmen bersama untuk segera bekerja mengakhiri tindakan sepihak selama kurun waktu 3-6 bulan.
Pernyataan itu juga menyebutkan tentang komitmen Israel untuk menghentikan diskusi tentang unit pemukiman baru selama empat bulan dan untuk menghentikan otorisasi pos terdepan selama enam bulan. Pertemuan di kota Aqaba diadakan oleh AS, Mesir dan Yordania untuk membahas cara meredakan ketegangan antara delegasi Palestina dan Israel.
Pertemuan Aqaba adalah pertemuan pertama semacam itu sejak pembicaraan perdamaian yang disponsori AS antara delegasi gagal pada 2014 akibat Israel menolak menghentikan pembangunan pemukiman serta membebaskan warga Palestina yang ditahan sebelum 1993.
Pertemuan dilaksanakan di tengah ketegangan di wilayah pendudukan menyusul serangan Israel ke kota-kota Palestina. Setidaknya 62 warga Palestina tewas dalam serangan militer Israel di Tepi Barat sejak awal tahun ini, menurut perhitungan pihak Palestina.