REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di tengah masyarakat Muslim Indonesia biasanya terjadi praktik sholat sunnah sebelum berangkat haji ke Tanah Suci. Lantas bagi sebagian Muslim, muncul pertanyaan di benak mereka apakah sholat sunnah sebelum berangkat haji ada syariatnya?
Pengasuh Rumah Fiqih, Ustadz Ahmad Sarwat Lc dalam diskusi tanya jawab sebagaimana dikutip dari laman Rumah Fiqih menjelaskan, memang ada baiknya kalau kita tidak tahu hukum suatu masalah, kita bertanya kepada yang lebih tahu atau setidaknya kita berupaya mencari rujukan yang tepat ke kitab para ulama.
Memang ada sementara kalangan yang terlalu mudah menuduh bahwa sholat menjelang berangkat haji itu sebagai ibadah yang tidak ada haditsnya, sehingga mereka tidak mau melakukannya. Bahkan kadang lebih dari itu, mereka melarang orang yang melakukan sholat menjelang berangkat haji.
Padahal ulama senior sekelas Al-Imam An-Nawawi justru malah mensunnahkannya.
Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H) di dalam kitabnya yang fenomenal, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, beliau menjelaskan tentang dasar syariat sholat sunnah menjelang keberangkatan ke luar kota, termasuk di dalamnya pergi haji ke Tanah Suci.
يستحب إذا أراد الخروج من منزله أن يصلي ركعتين يقرأ في الأولى بعد الفاتحة (قل يا أيها الكافرون) وفي الثانية (قل هو الله أحد)
Hukumnya disukai (mustahab) apabila seseorang hendak keluar dari rumahnya untuk mengerjakan shalat sunnah dua rakaat, pada rakaat pertama membaca Surat Al-Kafirun dan pada rakaat kedua membaca Qul Huwallahu Ahad.
Hal itu menurut Al-Imam An-Nawawi didasarkan pada praktik yang dilakukan langsung oleh Rasulullah SAW, berdasarkan hadits-hadits berikut ini.
ما خلف عبد أهله أفضل من ركعتين يركعهما عندهم حين يريد سفرا
Tidak ada perbuatan yang lebih afdhol bagi seorang hamba yang hendak bepergian meninggalkan keluarnya dari sholat sunnah dua rakaat.
وعن أنس قال كان النبي صلى الله عليه وسلم لا ينزل منزلا إلا ودعه بركعتين " رواه الحاكم وقال هو صحيح على شرط البخاري
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad SAW tidaklah mampir pada suatu tempat dan meninggalkannya, kecuali dengan melakukan sholat sunnah dua rakaat. (HR Al-Hakim)
Hadits ini menurut Al-Hakim berstatus shahih dengan memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Al-Imam Al-Bukhari.