REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT mewajibkan ibadah haji hanya bagi mereka yang mampu. Ini tercantum dalam firman-Nya pada Surat Ali Imran ayat 97:
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS Ali Imran ayat 97)
Dikutip dari Islam Online, kemampuan secara keuangan atau istitha'ah secara harta adalah ketika seseorang mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji setelah memenuhi kewajibannya, memenuhi biaya-biaya yang harus dibayarkan dan kebutuhan dasarnya.
Memenuhi kewajiban yang dimaksud meliputi pembayaran utang kepada orang atau pihak lain. Misalnya, tagihan perusahaan, tagihan cicilan KPR atau sewa rumah, dan bentuk-bentuk utang lainnya.
Seorang Muslim tidak boleh menunda melunasi utang ketika ia telah mampu membayarnya. Karena itu, jika seseorang memiliki utang dan kemudian uang yang dimilikinya hanya cukup untuk melunasi utang tersebut, maka berarti ia tidak bisa melaksanakan ibadah haji.
Adapun jika dengan uang terbatas itu ia tetap melaksanakan haji tapi utangnya belum dibayar, maka berarti ia termasuk orang yang belum mampu melaksanakan haji.
Di dalam utang ada hak sesama manusia, yakni orang yang diutanginya. Kalaupun orang yang berutang tersebut ingin tetap menunaikan haji, ia wajib memberitahu orang yang diutanginya untuk meminta izin terlebih dulu.
Adapun bila uang yang dimilikinya cukup untuk melunasi utang dan berangkat haji, maka utang itu wajib dibayar, dan ibadah haji wajib dilaksanakannya.
Dalam sebuah hadits, ditekankan tentang larangan mengambil harta orang lain dengan maksud tidak ingin menggantinya, atau membayarnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَخَذَأَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ اِتْلَا فَهَاأَتْلَفَهُ اللَّهُ.
"Siapa yang mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar/melunasinya), niscaya Allah akan merusaknya." (HR Bukhari)
Hadits tersebut menunjukkan utang harus dipertanggungjawabkan dengan membayarnya dan tidak boleh lari kalau ditagih.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS Al Baqarah ayat 188).