REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agung Sasongko dari Madinah, Arab Saudi
Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata harta adalah fitnah atau godaan bagi kehidupan manusia. Harta begitu menggoda sehingga untuk mendapatkannya cara apa pun ditempuh oleh manusia. Baik cara yang halal atau yang haram. Karena harta bersifat menggoda, Allah menjadikannya sebagai ujian bagi manusia. Seperti disebutkan dalam firman-Nya, ''Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian [fitnah]. Sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.'' (QS Al-Anfal: 28).
Ada banyak contoh yang bisa menggambarkan peringatan tersebut bahkan sekelas sahabat yang telah mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah SAW. Para sahabat yang sehari-hari bersamai Rasulullah pun tak lepas dari godaan ini. Hal ini yang kemudian menjadi hikmah dari Perang Uhud. Salah satu perang yang terberat dialami kaum muslimin waktu itu.
Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.
Rasulullah dan para sahabat pun menyuaun strategi bagaimana menghadang pasukan Quraisy yang pastinya memiliki jumlah pasukan berlipat ganda dan motivasi berlebih untuk menghancurkan kaum Muslimin.Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.
Pertempuran antara 700 pasukan Muslimin melawan 3.000 pasukan Quraisy berjalan sengit. Strategi yang disiapkan menghadang pasukan Quraisy berhasil. Seiring berjalannya perang, banyak pasukan Quraisy yang melarikan diri. Trauma kekalahan mendera mereka. Di sinilah titik balik pelajaran berharga yang diterima para sahabat yakni patuhi instruksi Nabi dan jangan tergoda harta. Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri.
Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Akibatnya, umat Islam alami serangan balik. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib.
Para syuhada itu dimakamkan pada kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.
Adapun tempat memanah juga masih terlihat. Tempat tersebut, juga menjadi favorit sebagian jamaah haji untuk sekedar berdoa. Sebagian lainnya memilih untuk mengabadikan kedatanganya ke sana.
Dua pelajaran tadi yang coba diresapi jamaah haji dari berbagai dunia termasuk Indonesia ketika berziarah ke Jabal Uhud. Pelajaran yang sangat relevan hingga saat ini. Apalagi kepada jamaah haji, untuk selalu mematuhi imbauan semisal tidak memaksakan diri apabila memang tidak sehat. Seimbangkan antara istirahat dan ibadah saat berada di Madinah maupun di Makkah sebelum puncak haji tiba. Juga tak berboros-boros ria membeli oleh-oleh karena ada kapasitas koper dalam bagasi yang perlu dipatuhi. Lagipula ada opsi lain yang perlu dipertimbangkan yakni beli oleh-oleh di Tanah Air, karena jenis dan ragamnya sama bahkan bisa lebih murah dan tak repot-repot membawanya. Hemat tenaga untuk puncak haji ke depan ya jamaah.