Rabu 28 Jun 2023 04:20 WIB

Jika Ini Terjadi, 20 Tahun Lagi Haji Dilaksanakan di bawah Suhu 70 Derajat 

Jamaah haji lansia dinilai tak akan kuat melaksanakan ibadah haji dengan suhu panas.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Layar suhu udara di pelataran Masjid Al Haram menunjukkan cuaca di Kota Makkah pada Jumat (12/7) siang di angka 41 derajat celcius.
Foto: Republika/M Hafil
Layar suhu udara di pelataran Masjid Al Haram menunjukkan cuaca di Kota Makkah pada Jumat (12/7) siang di angka 41 derajat celcius.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jamaah haji dalam waktu 20 tahun lagi bisa melaksanakan ibadah di Tanah Suci di bawah suhu 70 derajat celcius jika ancaman perubahan iklim tak dapat ditanggulangi. Untuk itu, jamaah haji diharapkan untuk semakin peduli dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Aktivis Lingkungan dan Dosen Pascasarjana Universitas Nasional (Unas), Dr Fachruddin Mangunjaya menjelaskan, suhu 70 derajat celcius pada 20 tahun ke depan didasarkan pada skenario atau pemodelan yang dijabarkan dalam laporan 'Dampak Kebijakan Iklim bagi Ibadah Haji' yang disusun oleh Fachrudin dan sejumlah peneliti lain.

Baca Juga

"Akan ada akselerasi (kenaikan suhu) kalau kita tidak bisa menahan sampai 1,5 derajat celcius suhu global rata-rata. Sekarang saja sudah 1,1 sampai 1,2 derajat celcius suhu global rata-rata," terangnya di sela-sela acara Greenpeace dan Ummah for Earth di Jakarta, Selasa (27/6/2023).

Dia melanjutkan, jumlah emisi atau penebalan atmosfer itu sudah 400 lebih equivalen. Di tahun 1990-an, itu di angka 350 part per million (ppm). "Jadi satu juta bagian itu hanya 350 karbon dioksida, dari minyak dan lain lain, tapi sekarang sudah 400 bagian. Kalau sampai 500, itu sudah karbon, dan akan lebih tinggi lagi panas yang terperangkap di dalamnya," paparnya.

Dampaknya, kata Fachruddin, suhu akan naik dan ketika suhu naik, maka akan terjadi anomali atau penyimpangan cuaca. BMKG juga menyampaikan, banyak bencana tidak terkendali karena bencana-bencana meteorologi. Inilah yang kemudian ingin dicegah oleh negara-negara seluruh dunia sehingga berupaya menurunkan emisi.

Fachruddin menjabarkan, dampak signifikan terhadap pelaksanaan ibadah haji, adalah karena haji merupakan ritual ibadah yang sebagian besarnya dilakukan di luar ruang. "Para orang tua, dan lansia, itu tidak akan kuat, karena haji ini kan berhari-hari ada di tempat terbuka," tuturnya.

Lebih lanjut, Fachruddin menuturkan, ketika suhu rata-rata global naik ke sekitar 2,7°C, maka sebagian besar ibadah haji, terlepas dari pelaksanaannya pada bulan apa pun, akan dilaksanakan di dalam suhu melebihi tingkat waspada ekstrem suhu bola basah 24,3 derajat celcius.

"Jika suhunya terus naik menuju 2,7 derajat celcius, maka ambang batas bahaya suhu bola basah 24,6 derajat celcius akan terlampaui sebanyak 81 persen dari tahun-tahun tersebut (antara 2045 sampai 2053). Ini periode ketika anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia 23-31 tahun.

Selanjutnya, pada tahun 2079-2086, ketika ibadah haji akan diadakan pada musim panas dan anak-anak yang lahir tahun ini akan menginjak usia 57-64 tahun, maka peluang untuk mencapai ambang batas berbahaya akan sebesar 97 persen pada 2079-2086. Artinya, hampir pasti akan terjadi. "Ini yang harus kita perhatikan. Ini pernyataan ilmiah dan saintifik," katanya.

Dalam kesempatan itu, Fachruddin juga mengingatkan, Islam sejatinya adalah agama yang paling dekat dengan alam. Maka sudah semestinya umat Muslim menaruh perhatian besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan demi keberlangsungan kehidupan anak cucu di masa depan.

"Kita perlu merubah gaya hidup perilaku menjadi sederhana. Ingat bahwa kita saat haji, dari tawaf, ihram dan sebagainya itu adalah simbol kesederhanaan. Tidak ada pangkat dan jabatan. Gaya hidup kita ini kalau sudah ada 1, mau 2, begitu seterusnya. Maka kita diminta hidup sederhana. Kalau kata Mahatma Ghandi, bumi ini cukup untuk semua orang, tetapi tidak cukup untuk 1 orang yang rakus," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement