Senin 11 Sep 2023 15:36 WIB

Dirjen Haji: Apa yang Bisa Kita Hasilkan ke Dalam Revisi UU Haji

Haji harus dipersiapkan dengan matang.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Erdy Nasrul
Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), Hilman Latief di Makkah, Arab Saudi. Selasa (20/6/2023)
Foto: Republika/Fuji E Permana
Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), Hilman Latief di Makkah, Arab Saudi. Selasa (20/6/2023)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) telah menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Haji 1444H/2023. Kegiatan ini menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk peningkatan layanan jamaah di tahun mendatang.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief berharap, rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan ini bisa menjadi bahan masukan dalam rencana revisi Undang-Undang (UU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Baca Juga

“Hasil rakernas ini diharapkan bisa untuk diperas lebih jauh, kira-kira apa yang akan kita telurkan ke dalam perubahan undang-undang,” kata Hilman dalam keterangan yang didapat Republika, Ahad (10/9/2023).

Hilman mengatakan, Ditjen PHU perlu menyiapkan satu konstruksi perencanaan yang dapat mempermudah dan memperlancar penyelenggaraan haji ke depan. Hal itu harus dapat dituangkan dalam sebuah kebijakan.

“Kita sudah melakukan kajian secara khusus. Tapi saya melihat bahwa kita juga mungkin siapkan satu konstruksi yang mempermudah dan memperlancar penyelenggaraan haji ini, dengan memperbaiki dari segi kebijakan besar. Saya kira ini suatu keharusan,” lanjut dia.

DPR, kata Hilman, sudah menyampaikan rencana mereka untuk melakukan revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pihak pemerintah juga harus lebih siap dengan rencana perubahan undang-undang.

Ia lantas mencontohkan masalah keuangan, yang mana ia meminta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dapat membuat rancangan kebijakan anggaran yang lebih komprehensif.

Salah satu yang ia singgung perihal pengaturan tentang pembiayaan penambahan kuota tambahan. Selama ini, anggaran penyelenggaraan ibadah haji dirancang hanya untuk kuota normal.

“Ini akan kita seriusi lagi, disesuaikan dengan yang kondisi di lapangan. Untuk kuota tambahan misalnya, kebijakan seperti apa yang dirancang BPKH. Selama ini uang yang dirancang hanya untuk kuota normal dan kuota tambahan tidak dirancang,” ujar Hilman.

Bila perlu, Hilman menyebut hal ini bisa dilakukan hingga dua sampai tiga tahun berikutnya, yang mana secara cash flow sudah diatur. Saat ini, yang terjadi adalah tidak adanya alternatif, bahkan kuota tambahan pun diperlakukan secara sama perencanaan keuangannya.

Contoh lainnya terkait istitha’ah. Hilman berharap, tiap jamaah haji akan mempunyai kemandirian dan ketahanan dari aspek kesehatan, psikis dan kondisi lainnya.

Bukan hanya itu, ia menyebut ke depan istitha’ah ini akan dimulai dari awal pendaftaran calon jamaah haji hingga prą-keberangkatan. Untuk mengatur hal tersebut, maka juga perlu disiapkan regulasinya.

Istitha’ah merupakan suatu keharusan tiap jamaah. Maka dari itu aspek kemandirian dan ketahanannya perlu kita lakukan dari aspek kesehatan, psikis, dań kondisi lainnya saat melaksanakan ibadah haji. Ini akan dimulai dari awal pendaftaran sampai nanti pra keberangkatan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement