Selasa 17 Mar 2020 10:45 WIB
Corona

Daging Halal Ketika Prancis Terkena Lockdown

Belanja makanan dan daging halal ketia Prancis memberlakukan lockdown.

Suasana kawasan Menara Eifel di Prancis saat
Foto: google.com
Suasana kawasan Menara Eifel di Prancis saat

Oleh: Dini Kusmana Massabau, Jurnalis Indonesia di Prancis

Seharian sejak kemarin, isi SMS dan e-mail saya adalah pernyataan "sampai jumpa lagi".

Bukan teman yang mengirimnya, melainkan toko dan resto kafe langganan kami. Pasalnya, di Prancis memang orang terbiasa memiliki kartu langganan untuk tempat perbelanjaan, resto kafe, atau tempat lainnya.

Mereka menyatakan sampai jumpa lagi karena semua menutup toko sesuai peraturan yang diberlakukan. Penutupan mulai tanggal 15 Maret untuk resto, kafe, maupun tempat hiburan dan 16 Maret untuk pertokoan.

Awalnya saya biasa saja. Walaupun sempat miris melihat tulisan di dinding FB saya bagaimana mereka yang dikarantina dan kena lockdown alias mengunci pintu.

Namun, sejak pagi tadi ketika anak saya, Bazile, mulai sekolah di rumah, saya baru merasakan bagaimana itu baru awal dari yang lebih parah. Sebab, hingga kapan anak-amak saya akan terkurung, saya tidak tahu.

Pukul 11 siang ada berita seputar Macron akan bicara malam ini (telah ngomong semalam) akan menutup negara mulai makin kencang. Saya sempat cemas, bagaimana jika daging halal langganan saya tutup atau seluruh toko daging ikut tutup? Kami biasa mengonsumsi daging halal.

Akhirnya saya putuskan untuk keluar membeli daging di toko langganan saya. Waktu saya datang, hanya ada dua orang di depan saya. "Ah masih aman...." Namun, ketika saya melihat persediaan daging di etalase....

Memang, terlihat hanya tinggal sedikit daging yang tersisa. Orang di depan saya membeli sangat banyak hingga ratusan euro. Dua potong daging yang sudah saya lirik pun dia beli. Ah nasib, kata keluh saya.

Sampai pas giliran saya, tukang daging berteriak kecil, "Memang cuma saya tukang daging di sini? Bagaimana saya bisa melayani semuanya ini?"

Saya lihat tatapan dia memandang ke belakang punggung saya, membuat saya menoleh ke belakang.

Ya Allah, antrean sudah sampai ke trotoar! Padahal, tadi pas saya datang, belum seramai ini. Karena mereka antre rapi saja, saya jadi tidak engeh.

Melihat itu, saya yang tadinya mau membeli daging agak banyak langsung merasa tak enak; memikirkan bagaimana kalau yang sudah mengantre lama tidak kebagian.

Pada saat tukang daging sedang mempersiapkan potongan paha domba muda bagi saya, saya tanya ke orang di belakang saya yang tampaknya bukan Muslim.

"Anda Muslim?"

"Oh bukan, mengapa?" jawabnya.

"Soalnya kalau bukan Muslim, di seberang ada juga toko daging bagus sekali. Mungkin kalau mau, Anda bisa ke sana saja daripada antre lama karena saya belum selesai membeli."

"Ya saya tahu ini toko daging halal dan saya tidak peduli halal atau bukan. Namun, kualitas daging di toko ini sangat bagus dibanding toko daging sekitar sini," jawabnya lagi.

"Ah, baiklah," kata saya. Rupanya toko daging halal langganan kami dianggap sangat baik. Pantas saja selalu ramai.

Setelah saya membeli beberapa potong daging, saya melihat miris antrean yang kini sudah sampai ke jalan. Melihat toko daging biasa, hanya ada dua orang yang membeli. Heran, tetapi alhamdulillah mereka malah memilih daging halal yang justru sering dipermasalahkan.

Niat saya lanjut ke supermarket terpaksa batal. Sebab, untuk masuk, saya harus antre di luar; harus menunggu satu orang keluar, baru satu masuk, begitu seterusnya. Saya jadi malas, apalagi saya pikir masih cukuplah persediaan untuk dua mingguan. Ternyata benar saja, teman-teman saya menyatakan supermarket kosong, orang-orang menyerbu bagaikan ketakutan.

Ya Allah, baru kali ini saya dihadapkan pada situasi seperti ini.

Melihat orang-orang cemas. Melihat orang-orang panik. Melihat orang orang takut kelaparan. Malamnya, Presiden Macron menyatakan hal yang sudah saya cemaskan.

"Prancis lockdown! Kunci! Tutup!" kata Macron.

Bahkan, Macron mengecam warga Prancis yang masih saja tidak mematuhi. Imbauan berubah menjadi sebuah sanksi. Akan ada polisi patroli untuk mengawasi warga Prancis yang masih nakal keluar rumah bukan untuk urusan urgent (gawat darurat).

Macron bahkan berkata, "Kita sedang berperang!!!"

Kata "berperang" ia gunakan berkali-kali. Perang melawan musuh tak terlihat. Berperang dalam kesehatan.

Ya, akhirnya situasi ini memang bagaikan sebuah perang, sangat menakutkan karena musuh tidak terlihat tetapi bisa mematikan. Catatan perantauan Indonesia di Prancis. Dini Kusmana Massabuau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement