REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Salah satu calon jamaah haji Warga negara Indonesia (WNI) di Jepang, Rahmah, menceritakan kisahnya yang mendaftar haji tanpa antre. "Alhamdulillah saya insya Allah tahun ini berhaji dari Jepang," kata Rahmah saat ditemui dalam persiapan haji atau manasik di Balai Indonesia, Tokyo, Ahad (21/5/2023).
Ia mengaku sudah mendaftar haji di Indonesia sejak lama dan antrean bertambah panjang setelah pandemi COVID-19. Pada 2022, Rahmah dan keluarga pindah ke Jepang mengikuti suami yang bekerja dan saat itu tidak ada pemberangkatan haji. Kemudian, pada Desember masih pada tahun yang sama, ia berkesempatan untuk melaksanakan ibadah umroh dari Jepang.
"Di situ kami utarakan keinginan kami untuk berhaji dan diberi tahu oleh pihak tur kemungkinan masih lama antreannya karena sudah sejak 2019. Namun, mereka mengatakan akan mengabari jika ada kuota," katanya.
Empat bulan berselang, WNI yang tinggal di Shibuya, Tokyo, itu mendapatkan surat elektronik dari pihak tur bahwa masih terdapat kuota dan tidak berpikir panjang, ia langsung mendaftar. Karena itu pula, dia mencabut pendaftaran haji di Indonesia agar memberi kesempatan bagi jamaah untuk yang belum mendapatkan kuota untuk mendaftar.
"Karena adanya corona ini, antrean tambah jadi 30 tahun lagi. Kalau 30 tahun lagi, saya enggak tahu apa usia saya sampai," katanya.
Selain itu, lanjut dia, aturan Kementerian Agama RI mensyaratkan untuk usia minimal berhaji adalah 12 tahun. Sementara, ia akan berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji bersama keluarganya, yakni suami, putri yang berusia 16 tahun dan putranya yang masih berusia 10 tahun.
"Di sini boleh usia 10 tahun, yang penting anaknya sehat karena untuk melaksanakan ibadah di Mina, tawaf dan seterusnya," katanya.
Adapun, untuk biaya haji dari Jepang, yakni sekitar satu juta yen atau sama dengan biaya paket ONH Plus di Indonesia sekitar Rp120 juta. Namun, Rahmah berpendapat harga tersebut sepadan karena tidak perlu mengantre dan bisa berangkat di tahun yang sama.
Di luar biaya itu, dia menyebutkan terdapat biaya-biaya tambahan, seperti biaya untuk vaksin meningitis dan influenza. Sementara itu, untuk syarat haji dari Jepang, salah satunya yakni harus menunjukkan bukti tinggal dengan zaryu kaado minimal satu tahun.
"Jadi nggak bisa turis wisata ke sini, terus naik haji. Harus ada bukti tinggal," ujarnya.
Dia mengutarakan harapannya agar ibadah haji di Tanah Suci Makkah dan Madinah bisa berjalan dengan lancar dan kembali ke Jepang dalam keadaan menjadi manusia lebih bertakwa.