Jumat 17 Mar 2017 09:21 WIB

Sibuk Memaki Satu Sama Lain, Kesempatan Bermunajat di Raudhah Pun Terlewat

Jamaah berkursi roda tengah antre untuk mengakses Raudhah, Selasa (28/2) malam.
Foto: Republika/Reiny Dwinanda
Jamaah berkursi roda tengah antre untuk mengakses Raudhah, Selasa (28/2) malam.

Oleh: Reiny Dwinanda *

IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Selain selepas Subuh, bakda Isya merupakan salah satu waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh Muslimah yang tengah berziarah di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi. Inilah waktu yang tersedia bagi akhwat untuk bisa mengakses Raudhah. Akan tetapi, kalaupun sudah masuk ke Raudhah, Anda belum tentu bisa berdoa, apalagi shalat.

Setidaknya, itulah kesan yang tertanam di memori Mutia, seorang warga Palembang.

Selasa (28/2) malam, saya terpisah dari rombongan jamaah umrah keluarga besar dan mitra Elcorps lalu berjumpa Mutia di antrean panjang menuju Raudhah. Sehari sebelumnya, di jam yang sama, dia berhasil mencapai Raudhah, namun tak sempat bermunajat di sana.

Mutia mencoba mengintrospeksi diri seraya mengingat kejadian Senin (27/2) malam silam. Malam itu, Raudhah sesak sekali. Muslimah dari berbagai negara berdesakan, saling dorong, dan bertengkar untuk mendapatkan tempat berdoa di area antara rumah dengan mimbar Nabi Muhammad SAW tersebut. "Jangan dorong-dorong, dong!" ujarnya sengit mengingatkan jamaah lain.

Tubuh Mutia sudah oleng terdorong jamaah di belakangnya. Ia khawatir terjatuh dan meniban ibu tua yang tengah shalat di depannya. "Kami sibuk memaki satu sama lain sampai akhirnya kehilangan kesempatan untuk berdoa di Raudhah."

Mutia menyesal. Ia pun bertekad untuk lebih menjaga sikap, apapun situasinya. Ia ingin lebih sabar dengan saudara seimannya. "Kalau ada perilaku orang yang tak berkenan di hati, sabar saja," katanya mengafirmasi pesan positif ke dirinya sendiri.

Obrolan kami terhenti begitu askar membuka akses ke Raudhah. Saya terperanjat mendengar derap langkah jamaah yang amat bergegas, seolah tengah berlomba lari sprint. "Memang begitu. Sabar saja, kita tetap antre. Yang penting selamat," ucap Mutia seolah membaca kekhawatiran saya yang kedua lututnya belum pulih sempurna selepas operasi beberapa waktu silam.

Askar kemudian memberi isyarat, giliran kelompok jamaah Melayu akan segera tiba. Mutia menggandeng tangan saya. Kami pun berdiri lalu berjalan cepat mengikuti aba-aba. Belum sampai 100 meter, pegangan tangan kami terlepas oleh desakan rombongan lain.

Saya lihat Mutia telah melaju jauh di depan. Ia menoleh sebentar. Saya tersenyum seraya mendoakannya mendapatkan kesempatan kedua untuk berdoa di tempat mustajab doa tersebut. Bagaimana dengan saya sendiri? Qadarullah, di saat bersamaan saya justru dipertemukan kembali dengan rombongan saya. Masya Allah...

* Wartawan Republika (@reinydwinanda)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement