Kamis 23 Jan 2020 16:16 WIB

Rencana e-Money, Asosiasi Haji Pertanyakan Kemudahan Akses

Apa nanti orang mau beli air kecil di warung menggunakan e-money?

Rep: Zainur Mahsir/ Red: Muhammad Hafil
Seorang pegawai menunjukkan model layanan uang elektronik (E-Money) berbentuk kartu dari Bank Mandiri. ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Seorang pegawai menunjukkan model layanan uang elektronik (E-Money) berbentuk kartu dari Bank Mandiri. ilustrasi

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Baluki Ahmad mempertanyakan rencana penggunaan e-money bagi Jemaah haji. Pasalnya, rencana uji coba media non-tunai haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ia nilai belum tepat.

“Kita belum tahu apakah itu bisa dibelikan ke pedagang kecil atau lainnya, karena pedagang kecil biasanya tak gunakan akses itu,” ujar ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (23/1).

Baca Juga

Oleh sebab itu dia mempertanyakan, sejauh apa barang atau keperluan bisa dibeli menggunakan e-money tersebut. Terlebih, akses penggunaan uang masih menjadi pilihan yang paling mudah untuk belanja keperluan.

Lebih jauh, rencana BPKH yang juga akan memasukkan living cost ke e-money jika direalisasi juga dinilai Baluki kurang tepat. Utamanya, akses apa saja yang bisa dibelanjankan dari penggunaan e-money tersebut.

“Apa nanti orang mau beli air kecil di warung menggunakan e-money? mesti harus berpikir lebar, dan Panjang,” ucapnya.

Ketika ditanya pengelolaannya, ia menegaskan, untuk tidak mendukung ekonomi liberal khususnya untuk keperluan ibadah dan agama. Sebaliknya, ia meminta pengelolaan syariah yang lebih cocok sebagai penggantinya.

“Dan saya ga yakin itu (e-money) mempermudah. Karena tidak semua barang bisa dibeli dengan e-money. Contohnya seperti tadi, bagaimana kalau belanja di warung kecil?” ungkap dia.

Meski disebut memiliki banyak promo jika menggunakan e-money, ia menampiknya. Sebab, penggunaan hal tersebut tidak berbicara konsumtifitas, melainkan bagaimana hal itu bisa memudahkan semua keperluan saat ibadah haji.

“Kita jangan membangun suatu hal yang dianggap memudahkan masyarakat, tapi sesungguhnya itu bisnis yang tak diketahui apakah sistemnya Syariah atau tidak,” ujar Baluki yang juga merupakan pemimpin Bina Wisata tour and travel.

Menurut dia, jika rencana itu memang bersifat Syariah dalam perjalanan ibadah dan membawa perubahan baik, implementasi boleh saja dilakukan. Namun, jika tidak dijalankan dengan sistem Syariah, maka sistem baru itu dirasa tidak cocok digunakan untuk Jemaah haji.

“Kalau pengelolaan uangnya tidak Syariah jangan dilakukan, toh kita mau ibadah kok,” katanya.

Baluki menegaskan, jika sistem itu tetap dijalankan, berarti ada pihak yang diuntungkan selain dari Jemaah. Oleh sebab itu, perlu diketahui terlebih dahulu siapa yang menjadi pemegang dan dari kelompok mana e-money dikeluarkan.

Untuk diketahui, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan melakukan uji coba untuk mengembangkan akun virtual (Virtual Account/VA) sebagai media non-tunai (cashless) pada pelaksanaan haji tahun ini. Tahun ini, media non-tunai itu ditargetkan dapat digunakan sebagai media pembayaran dan sumber dana e-wallet atau uang elektronik (e-money).

Anggota Badan Pelaksana BPKH, Ahmad Iskandar Zulkarnain, mengatakan pihaknya akan melakukan uji coba penerapan cashless untuk living cost (uang saku) jamaah haji sebagai bagian dari sosialiasi edukasi dan literasi tentang cashless terkait dengan ekosistem perhajian. Konsep penggunaan uang non-tunai ini berupa kartu eMoney, ATM atau debit, dan lainnya.

"Medianya salah satunya menggunakan kartu yang ada di bank-bank Syariah (BPS BPIH)," kata Ahmad, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (23/1).

Ia mengatakan, ujicoba itu baru akan dilakukan di dua embarkasi, yakni embarkasi Jakarta dan Jawa Barat. Namun, kartu tersebut khusus diperuntukkan kepada jamaah yang sudah terbiasa menggunakan alat pembayaran non-tunai (kartu) yang diterbitkan oleh Bank Syariah.

Dalam teknisnya, tuturnya, living cost nantinya tidak diberikan dalam bentuk uang kertas (bank notes) Riyal, tetapi langsung diisi di kartu jamaah. Sehingga, jamaah tidak membawa uang kertas Riyal (Bank Notes SAR).

Saat ini, ia mengatakan pihaknya tengah mendiskusikan dengan bank soal jumlah kartu yang akan diterbitkan. Namun, ia menyebut jumlahnya sekitar 500 kartu. Sementara itu, Ahmad juga mengungkapkan soal sumber dana untuk pengadaan media non-tunai bagi jamaah haji ini.

"Dananya bersumber dari dana jatah living cost masing-masing jamaah," ujarnya.  

Media non-tunai yang akan diuji-cobakan BPKH ini dapat berfungi sebagai kartu identitas dan di dalamnya terdapat nomor Virtual Account (VA). Selanjutnya, kartu ini dapat diisi dengan living cost (uang saku) jamaah ketika berangkat haji dan dapat di top-up oleh jamaah.

Dengan demikian, kartu ini dapat digunakan jamaah untuk membayar DAM. Kartu ini juga dapat digunakan di Saudi dan dikonversi dari Rupiah ke Riyal dan sebaliknya, melalui GPN atau jaringan lainnya. Di samping itu, kartu ini juga dapat ditarik tunai di Saudi melebihi Rp 2 juta.

Bagi calon jamaah haji, sembari menunggu antrian jamaah haji kurang lebih 20 tahun, kartu ini dapat dimanfaatkan untuk berbelanja atau alat pembayaran lainnya. Ke depannya, kartu ini dikonsepkan agar dapat diintegrasikan dengan aplikasi mobile.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement