Ahad 15 Sep 2013 14:23 WIB

Mendaki Jabal Tsur

Dua jamaah haji berziarah dan shalat di Gua Tsur yang terdapat di Jabal Tsur, Makkah.
Foto: Antara
Dua jamaah haji berziarah dan shalat di Gua Tsur yang terdapat di Jabal Tsur, Makkah.

Oleh Ahmad Santosa Basarah

REPUBLIKA.CO.ID, Kami tim Media Center Haji (MCH) Makkah liputan ke Jabal Tsur, Ahad lalu. Sudah tiga kali kami rencanakan, namun gagal.

Ada saja agenda liputan mendesak. Atau alasan lain, terus terang setelah shalat Subuh, kami masih tak kuasa menahan kantuk karena rata-rata kami tidur di atas pukul 24.00 Waktu Arab Saudi(WAS) setiap harinya.

Kami disarankan Pak Deden, Tenaga Musiman (Temus) yang selalu mengantarkan kami selama di Makkah, agar berangkat setelah Subuh. Ini untuk menghindari panas matahari yang cukup terik.

Usai shalat Subuh, kami bertujuh anggota MCH, Pak Deden dan ditemani tiga ibu-ibu rekan sesama Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dari bagian lain, berangkat.

Kami menyempatkan membeli omelete burger dalam perjalanan menuju Jabal Tsur. Pasalnya jam sarapan pagi di Daker Makkah, markas PPIH sekaligus Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), baru dimulai pukul 07.00 WAS.

Jabal Tsur berjarak sekitar enam kilometer arah Selatan Masjidil Haram. Jabal Tsur mempunyai nilai penting dalam sejarah Islam. Rasulullah SAW bersama Abu Bakar Ashiddiq pernah berlindung di gua di puncak gunung di ketinggian 5.000 feet atau sekitar 1.400 meter.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ashiddiq bersembunyi di gua sempit itu waktu hendak hijrah ke Madinah. Jika ingin masuk ke dalam gua harus bertiarap dan setelah masuk hanya dapat duduk saja. Untuk mencapai Gua Tsur memerlukan perjalanan mendaki selama kurang lebih 1,5 jam.

Informasi awal yang kami terima, ketinggian puncak Jabal Tsur tidak melebihi ketinggian Jabal Nur yang 2.500 feet atau sekitar 700 meter. Namun informasi itu ternyata salah, ketinggian Jabal Tsur ternyata mencapai dua kali lipat tinggi Jabal Nur. Alhamdulillah kami telah berhasil mencapai puncaknya beberapa hari lalu.

Setelah 'mengganjal' perut dengan omelette burger, kami pun mulai mendaki Jabal Tsur. Perbekalan air minum dan buah jeruk juga kami bawa secukupnya. Saat pendakian baru mencapai 100 meter, dua ibu yang ikut kami, mempersilakan kami melanjutkan pendakian.

Mereka cukup sampai di titik itu. ''Silakan aja mas, teruskan naik. Kita di sini aja. Kita sebetulnya sudah pernah sampai ke atas,'' kata kedua ibu tadi.

Jabal Tsur mungkin memiliki kemiringan sekitar 45 hingga 50 derajat. Kontur bebatuannya pun cenderung seperti membentuk beberapa anak tangga yang sangat membantu para pendaki. Banyak jamaah Indonesia yang kami temui di Jabal Tusr ini. Baik yang sama-sama naik, maupun yang sudah turun.

Banyak di antara mereka yang sudah berusia lanjut, namun ternyata berhasil mencapai puncak Jabal Tsur. Keberhasilan mereka ini menambah semangat kami untuk mencapai puncak. Sempat beberapa kali kami berhenti untuk sekedar melepas lelah dan dahaga.

Seperti halnya di Jabal Nur, banyak juga peminta-minta di sepanjang jalur pendakian. Juga ada beberapa warung menjual minuman, kopi bahkan mi instan di beberapa titik pemberhentian. Setelah berjalan sekitar 1 jam 45 menit, kamipun tiba di puncak Jabal Tsur.

Menurut riwayat, setelah Rasulullah SAW selamat dari kepungan orang kafir Quraisy di rumahnya. Maka beliau dengan diam-diam menyinggahi sahabat Abu Bakar Ashiddiq.

Dari rumah Abu Bakar beliau bersama-sama dengan Abu Bakar lebih dahulu berlindung bersembunyi di Jabal Tsur dan kemudian menuju Madinah. Sebagian orang-orang kafir Quraisy waktu mengejar Rasulullah SAW ada yang telah sampai di Gua Tsur.

Mereka mendapatkan gua tersebut tertutup oleh sarang laba-laba dan nampak burung merpati yang sedang bertelur di sarangnya dekat gua tersebut. Melihat keadaan yang demikian, kaum Quraisy berkesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ashiddiq tidak mungkin bersembunyi di gua tersebut. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement