REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Ketua Muasasah (badan swasta penyelenggara haji) Asia Tenggara Zuhair bin Abdul Hamid Sedayu membeberkan rencana pembangunan dapur modern untuk melayani katering jamaah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina).
Pembangunan dapur modern tersebut untuk melayani kebutuhan makanan jamaah yang disesuaikan dengan selera negara masing-masing. Menteri Agama RI Suryadharma Ali mendukung rencana tersebut.
“Kami selaku user (pengguna), memberi dukungan agar proyek berjalan baik, sehingga penyediaan makanan akan lebih sehat, lebih tepat waktu, dan tepat rasa, serta sesuai selera jamaah kita,” katanya seusai pertemuannya dengan Zuhair, seperti dilaporkan wartawan Republika, Yeyen Rostiyani dari Jeddah, Sabtu (19/10) waktu Saudi.
Muassasah akan mulai membuat dapur yang terpusat. Proyek bernilai 300 juta riyal Arab Saudi (SAR) atau sekitar Rp 905,591 miliar itu akan memanfaatkan teknologi tinggi.
Makanan yang dihasilkan pun disesuaikan dengan selera atau kebutuhan negara masing-masing, termasuk khusus untuk jamaah yang sakit.
Sebelumnya, sejumlah jamaah Indonesia mengeluhkan penyajian makanan yang terkesan ala kadarnya. Ketua kloter 1 asal DKI Sutriono mengatakan, banyak jamaah di kloternya yang tidak suka dengan menu yang dihidangkan pihak katering.
“Makan nasinya kayak raskin (beras miskin). Dan, lauknya kebanyakan olahan daging dan sayur. Kadang, bosen juga karena menu itu-itu saja. Dan, rasanya kurang jelas,” keluh Tri kepada Republika melalui pesan singkat Blackberry, Kamis (17/10).
Sementara, Anggota Komisi VIII DPR RI Ali Maschan Moesa menilai, pelayanan katering di beberapa maktab (pemondokan) jamaah haji masih buruk.
Ia sendiri mendapati jamaah kelompok terbang (kloter) 45 asal Malang yang ketika itu hanya diberikan menu kentang goreng saja.
“Waktu itu saya khotbah di kloter 45 Malang. Menu masakannya sangat sederhana, hanya diberi kentang goreng. Ditambah lagi, rasanya asin semua,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Teknologi dapur modern yang akan dibangun ini juga akan meminimalisasi terjadinya keracunan makanan, sehingga bisa merugikan jamaah.
“Jika proyek otomatisasi ini berjalan baik maka akan meminimalisasi campur tangan manusia,” kata Menag. Semakin minim dari campur tangan manusia, kata dia, makin kecil risiko keracunan makanan atau terpapar mikro organisme yang merugikan.
Selama ini, katering selama Arafah, misalnya, masih dimasak secara tradisional dengan menggunakan kayu bakar dan gas.