Senin 01 Sep 2014 20:17 WIB

Sistem E-Hajj tak Bisa Dihindari

Sejumlah calon jamaah haji menunggu panggilan untuk mengumpulkan kelengkapan keberangkatan haji di Gedung Serba Guna asrama haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Ahad (31/8).(Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sejumlah calon jamaah haji menunggu panggilan untuk mengumpulkan kelengkapan keberangkatan haji di Gedung Serba Guna asrama haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Ahad (31/8).(Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Zaky Al Hamzah, Wartawan Republika

JEDDAH -- Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdurrahman Mohammad (AM) Fachir meminta sejumlah pihak untuk memahami perubahan dalam regulasi pelaksanaan haji yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi. Terpenting, perubahan regulasi tersebut masih bisa diantisipasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia.

Selaku koordinator Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Fachir mengaku mengapresiasi perubahan-perubahan kebijakan yang diterapkan pemerintah Arab Saudi.  "Tentu kita harus menyesuaikan, salah satunya penerapan e-Hajj yang tujuannya untuk transparansi penyelenggaraan ibadah haji," kata dia seusai memimpin rapat akhir persiapan penyambutan jamaah calon haji (JCH) kelompok penerbangan (kloter) pertama di Bandara Jeddah dan Bandara Madinah.

Salah satu perubahan yang terkesan berubah mendadak adalah disposisi surat memasukkan enam ton obat-obatan untuk jamaah calon haji Indonesia. Peraturan terbaru adalah disposisi tersebut harus disertakan ke Kementerian Luar Negeri Pemerintah Arab Saudi. Padahal, aturan ini belum pernah diberlakukan pada tahun lalu.

Kebijakan kedua yang krusial saat ini adalah masalah regulasi e-hajj. Secara umum, kata dia, pelaksanaan e-Hajj sudah bagus dan diterapkan dengan baik. "Namun karena ini sistem baru, masih terdapat masalah teknis, infrastruktur dan sumber daya manusia," ungkapnya.

Akan tetapi e-Hajj tidak bisa dihindari dan mau tidak mau harus dimulai. Contohnya, soal pemondokan. Masih ada masalah dalam hal kecocokan data. Data yang dikirim pemerintah Indonesia kadang tidak sama dengan data yang diterima atau dimiliki Kementerian Haji Arab Saudi atau pemilik pemondokan.

"Karena ini kan kebijakan baru, tentu akan menghadapi beberapa trial and error. Tapi justru (kebijakan) ini menguntungkan karena sebagian tugas akan diambil teknologi informasi. Memudahkan pekerjaan," tuturnya. Bahkan, pemerintah Arab Saudi tak memberlakukan kebijakan ini saja, pihaknya menekankan, pemerintah Indonesia sangat memerlukan sistem teknologi e-hajj ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement