REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Haji merupakan kewajiban bagi kaum Muslimin hingga Hari Kiamat. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman, “Aku (Muhammad) hanya diperintahkan menyembah Rabb negeri ini (Makkah) yang dia telah menjadikan suci padanya dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Dan aku diperintahkan agar aku termasuk orang Muslim.” (QS. An-Naml: 91).
Di dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan Makkah adalah kota yang kesuciannya diagungkan Allah. Maksudnya, Dia menjadikan Makkah sebagai Tanah Suci yang aman. Di sana tidak boleh membunuh, menzalimi, berburu, dan menebang pohon.
Penafsiran ini dikuatkan oleh hadits Rasulullah yang disampaikan dalam khutbah beliau pada tahun Fathu Makkah (Pembebasan Makkah), “Wahai manusia, sungguh Allah telah menjadikan Makkah sebagai Tanah Haram di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Dengan demikian, statusnya tetap suci hingga Hari Kiamat. Pohonnya tidak boleh ditebang dan hewan buruannya tidak boleh diburu…”
Umar bin Khathab pernah berkata kepada penduduk Makkah, “Wahai penduduk Makkah, bertakwalah kepada Allah! Bertakwalah kepada Allah di Tanah Haram!”
Dia melanjutkan, “Dulu pengurus Baitullah sebelum kalian adalah kabilah Thasm, tetapi mereka mengabaikan dan tidak mengagungkan kesuciannya. Karena itu, Allah SWT membinasakan mereka. Setelah mereka, pengurus Baitullah selanjutnya adalah kabilah Jurhum. Namun, mereka pun mengabaikan dan tidak mengagungkan kesuciannya. Akibatnya, Allah SWT membinasakan mereka. Karenanya, janganlah kalian mengabaikan Baitullah dan agungkanlah kesuciannya.”
Al-Azraqi meriwayatkan dengan sanadnya kepada Hasan bin Al-Qasim, “Tatkala Ibrahim berkata, ‘Ya Tuhan kami, perlihatkanlah kepada kami manasik (cara-cara dan tempat-tepat ibadah haji) kami.’ Jibril pun turun menemui dan membawanya, lalu memperlihatkan manasik kepadanya serta memberhentikannya di perbatasan Tanah Haram. Ibrahim menumpukkan bebatuan lalu menaburkan tanah di atasnya, sedangkan Jibril mendirikannya di atas tapal batas.”
Sementara Al-Fakihi meriwayatkan melalui sanadnya kepada Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Ibrahim AS memancangkan sesuatu yang tegak sebagai tanda batas Tanah Haram yang diperlihatkan Jibril kepadanya.”
Hampir seluruh riwayat sepakat atas hal ini, bahwa Nabi Ibrahimlah orang pertama yang memasang tapal batas Tanah Haram melalui petunjuk Jibril. Tanah Haram memiliki sejumlah tapal batas di empat sisi perbatasannya yang masih terjaga hingga hari ini.
Tapal tersebut selalu diperbarui jika mengalami kerusakan. Tapal batas yang menjadi batas Tanah haram tersebut kemudian dibangun secara modern dengan semen yang dicor dan batu pualam yang istimewa.
Namun, sebagian tapal batas lain masih berupa bangunan tua yang terdiri dari batu-batu yang dicat dengan kapur. Bahkan, sebagian lagi hanya dibangun dengan tumpukan batu. Para ulama menyebut tapal batas itu dengan tugu batas Tanah Haram. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)