REPUBLIKA.CO.ID,JEDDAH--Menteri Agama RI Lukman Hakim Syaifuddin ingin Pemerintah Arab Saudi membeberkan para penerima visa undangan haji agar tak terjadi penyalahgunaan kategori visa haji nonkuota.
"Setidaknya siapa-siapa WNI yang diberikan visa non kuota itu kita tahu," kata Amirul Hajj Indonesia tersebut, Rabu (24/9).
Nama penerima visa haji nonkuota, ujarnya, penting diketahui. Agar pemerintah melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi bisa memantau keberadaan dan aktivitas mereka selama di Arab Saudi.
Meski bukan tanggung jawab utama, namun petugas PPIH ini ikut bertanggung jawab melayani sekaligus melindungi jamaah haji penerima visa undangan Raja Arab Saudi ini selama di Makkah, Madinah dan Jeddah.
"Bila terjadi apa-apa, kita bisa bertanggung jawab terhadap mereka. Ini yang sebenarnya perlu ditingkatkan koordinasinya," jelas Menag.
Menag mengakui telah menerima laporan kasus haji nonkuota yang terlantar. Biaya yang dikeluarkan jamaah non-kuota ini kisaran Rp 80 juta sampai Rp 120 juta per orang. Sebagai perbandingan, paket jamaah haji khusus sekitar Rp 95 juta hingga Rp 250 juta per orang.
Kemenag pun menganggap haji non-kuota ini masih menjadi persoalan laten yang selalu muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun.
‘Tapi kita tidak bisa menghalangi Pemerintah Arab Saudi memberi visa undangan haji kepada sosok atau lembaga tertentu di Indonesia. Hal itu menjadi kewenangan Raja Saudi memberikan undangan,” jelasnya.