REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Beberapa warga Indonesia, yang sedang bersekolah atau bekerja, memilih menunaikan haji dari Australia. Selain karena kemungkinan untuk berangkat yang lebih cepat, pengurusan keberangkatan juga dianggap lebih mudah dibandingkan dari Indonesia.
Salah satu pelajar asal Indonesia yang berangkat haji dari Australia adalah Edwin Widodo, tahun 2013 lalu. Edwin, yang sedang menempuh studi doktoral (PhD) di University of Melbourne ini berangkat sendiri dengan mendaftar ke sebuah agen haji di Melbourne.
"Cukup banyak warga Indonesia yang bermukim di Melbourne yang berangkat di tahun 2013, ada sekitar 40 orang dari komunitas Muslim Indonesia di Melbourne yang berangkat bersama saya," jelas Edwin baru-baru ini.
Jumlah warga Australia yang melakukan ibadah haji bersama kelompoknya ada sekitar 400 orang, sebagian besar adalah warga Australia keturuan Suriah, Mesir, Lebanon, Turki, Afghanistan, Bangladesh, Pakistan.
Jika di Indonesia keberangkatan haji biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama, akibat pembatasan kuota, lain halnya dengan di Australia.
Dengan jumlah Muslim di Australia yang kurang dari 400 ribu orang, jumlah jemaah haji yang berangkat dari Australia pada tahun 2014 diperkirakan sekitar 4 ribu orang.
Edwin mengatakan niat beribadah haji telah didukung oleh pihak kampus, konsulat jenderal Republik Indonesia di Melbourne, para pembimbing, dan tentunya orang tua.
"Proses berangkat haji dari Australia sangat mudah, asalkan sudah memenuhi syarat sudah bermukim selama minimal 2 tahun di Australia (dibuktikan dengan stempel kedatangan di paspor)," jelas Edwin.
"Proses pendaftaran haji dan berangkat ke tanah suci dilakukan pada tahun yang sama. Saya mendaftar di bulan Maret 2013, melunasi biaya haji di bulan Juli, menyerahkan seluruh dokumen untuk keperluan visa haji pada pertengahan bulan Agustus 2013 dan kemudian berangkat ke tanah suci pada akhir September 2013," tambahnya.
Jika di Indonesia, pelepasan keberangkatan haji biasanya melibatkan keluarga besar, teman-teman, dan sahabat, lainnya hal dengan para jemaah haji asal Indonesia di Australia.
"Kita tidak dipusingkan dengan acara pelepasan haji yang banyak menyita tenaga dan pikiran kita. Acara pelepasan jamaah haji dilangsungkan secara sederhana di masjid Westall, masjid komunitas Indonesia di Melbourne," ujar Edwin kepada reporter ABC International, Erwin Renaldi.
Biasanya proses keberangkatnnya pun lebih mudah, karena jumlah jemaah yang sedikit. Dari tempat tinggal para calon jemaah haji biasanya pergi sendiri-sendiri ke bandara udara.
Lalu melakukan check-in secara perorangan atau berkelompok, dan biasanya bertemu dengan kelompok lainnya di Dubai, sebelum melanjutkan perjalanan ke Madinah atau Mekkah.
Menurut Edwin juga, dengan jumlah jemaah yang lebih sedikit memudahkan untuk mengikuti aturan muthawif, atau pemimpin rombongan jamaah haji. Adapun beberapa muthawif menguasai bahasa Indonesia.
"Dalam hal makanan pun sangat memudahkan kita, karena makanannya merupakan makanan internasional yang sesuai dengan selera lidah orang Indonesia, misalkan menu ayam goreng, nasi kebuli dengan lauk daging, ataupun makanan a la buffet."
Pengalaman yang hampir sama pun dialami oleh Nadia Asikin, yang bekerja di sebuah perusahaan di Melbourne yang bergerak di bidang pendidikan bagi pelajar internasional.
Nadia berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun 2013 dengan suaminya.
Awalnya ia iseng saja mengikuti sebuah kuliah soal haji yang digelar oleh komunitas Muslim Indonesia di Melbourne. Setelah berpikir ia memiliki kemampuan untuk berangkat, Nadia dan suaminya pun memutuskan untuk berangkat.
"Setelah ikut kuliah soal haji itu, saya semakin tertarik, kalau mampu sekarang, nunggu apa lagi?" ujar Nadia.
Sama seperti Edwin, Nadia mendaftar pada bulan Maret 2013 untuk keberangkatan akhir September 2013.
Ia dan suaminya mengikuti beberapa pelatihan soal haji, yang diadakan oleh travel agen, termasuk juga yang digelar oleh beberapa masjid.
Di Australia, manasik atau pelatihan haji ini seringkali dilakukan terpisah, sehingga para calon jemaah haji harus rajin-rajin mencari tahu siapa dan kapan manasik atau pelatihan haji dilakukan.
Nadia pun berbagi cerita saat melakukan ibadah haji.
"Saya dan suami hanyalah orang Indonesia di grup kami, tapi ini menjadi kesempatan untuk saling mengenal budaya muslim dari negara lain," kata Nadia.
"Kita semua memiliki satu tujuan utama yakni mencari keridhaan Tuhan, dan identitas kita pun pada akhirnya adalah sama, sebagai Muslim. Karenanya perjalanan mereka pun penuh dengan dzikir, rasa bersyukur, dan berbagi dengan teman-teman satu kelompok, apapun yang dihadapi," tambahnya.