REPUBLIKA.CO.ID, Al-Azraqy meriwayatkan dari Ibnu Juraij, bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Ibrahim AS melangkah diiringi malaikat, awan, dan burung. Mereka adalah petunjuk jalan, hingga Ibrahim AS menempati Baitul Haram, sebagaimana laba-laba menempati rumahnya. Dia melakukan penggalian dan memunculkan pondasi dasarnya sebesar punggung unta. Batu itu hanya dapat digerakkan oleh tiga puluh orang laki-laki.”
Kemudian Allah SWT berfirman kepada Ibrahim, “Bangkitlah dan dirikanlah untuk-Ku sebuah rumah.”
Ibrahim berkata, “Ya Tuhan, Di manakah?”
Allah berfirman, “Akan Kami tunjukkan kepadamu.”
Berikutnya Allah SWT mengutus awan berkepala untuk berbicara kepada Ibrahim, “Hai Ibrahim, sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk membuat garis sebesar awan ini.”
Lalu Ibrahim AS memandang ke arah awan dan mengambil ukurannya. Selanjutnya awan kepala itu berkata kepadanya, “Apakah sudah engkau lakukan?”
Ibrahim menjawab, “Ya.” Lalu awan itu pun menghilang. Kemudian Allah SWT memunculkan pondasi yang menancap dari bumi, yang kemudian dibangun oleh Ibrahim AS.
Dalam sebuah riwayat lain dari Ali bin Abi Thalib, dikatakan, “Lalu turunlah awan hitam laksana mendung atau kabut yang di tengahnya terdapat sebentuk kepala dan berbicara, ‘Hai Ibrahim, ambillah ukuranku pada bumi, jangan lebih dan jangan kurang.’ Kemudian Ibrahim AS membuat garis, dan itulah yang disebut Bakkah, sedangkan apa yang ada di sekelilingnya adalah Makkah.” (Lihat Akhbar Makkah, vol. I, him. 60).
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud.” (QS. Al-Hajj: 26).
Abi Dzar mengatakan bahwa dia telah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, masjid manakah di muka bumi ini yang mula-mula didirikan?” Beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Lalu dia bertanya, “Lalu masjid manakah?” Beliau menjawab, “Masjidil Aqsha.” Dia bertanya lagi, “Berapa lamakah jarak antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Kemudian di mana pun engkau memasuki waktu shalat, shalatlah di sana sebab ia adalah masjid.” (HR. Ibnu Majah).