REPUBLIKA.CO.ID,
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Baluki Ahmad mengatakan, wacana penghapusan PIHK sesunggunya berasal dari unsur Komisi VIII DPR RI. Karena itu, wacana ini perlu dibicarakan kembali dengan pihak Komisi VIII dan juga Kementerian Agama (Kemenag).
“Yang punya wacana penghapusan PIHK bukan Kemenag. Itu keinginan satu dua orang anggota dewan dari Komisi VIII,” kata Baluki Ahmad dalam pesan singkat yang diterima Republika, Sabtu (7/2).
Saat ditanya perihal keberatan Himpuh terkait wacana dihapuskannya PIHK, hingga kini Baluki belum memberikan jawaban.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, membenarkan, wacana penghapusan PIHK berasal dari beberapa person di Komisi VIII DPR.
Namun, kata Saleh, wacana itu belum bisa menjadi solusi final bagi pemangkasan panjangnya antrean haji. Sebab, ada banyak faktor yang menyebabkan lamanya antrean.
“Itu kan baru wacana yang pernah dibicarakan di Komisi VIII. Memang, ada pendapat, demi keadilan dalam proses pembagian kuota haji, perlu supaya PIHK dihapus,” ujar Saleh Partaonan Daulay saat dihubungi Republika, Sabtu (7/2).
Saleh menuturkan, ada beberapa pihak yang menganggap, selama ini dengan adanya PIHK, ada distribusi yang tidak sesuai. Jelasnya, dengan PIHK, orang Muslim yang kaya bisa beribadah haji berkali-kali. Hal mana yang mengambil kuota haji dan tidak memberi tempat lebih kepada mereka yang belum pernah naik haji.
“Jadi, misalnya untuk tahun ini. Kuota kita 168.800. Sekitar 13 ribu di antaranya untuk haji plus (PIHK),” terang Saleh Partaonan Daulay, Sabtu (7/2).
Bagaimanapun, Saleh menerangkan, setidaknya untuk tahun ini, tidak bisa diterapkan wacana penghapusan PIHK. Sebab, dalam UU Haji yang berlaku kini, kata Saleh, masih disebutkan adanya kuota untuk PIHK.
Adapun, UU Haji dan Umrah saat ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk disempurnakan atau mungkin diubah di sidang paripurna DPR RI.
“UU itu sudah masuk Prolegnas untuk disempurnakan. Dan akan dibahas di paripurna. Tapi kita temukan, setidaknya ada tiga masalah terkait panjangnya antrean jamaah haji,” terang Saleh Partaonan Daulay, Sabtu (7/2).
Masalah pertama, kata Saleh, adanya sejumlah bank di Indonesia yang memberikan dana talangan bagi para calon jamaah haji reguler. Bank-bank ini, menurut Saleh, hanya menambah panjang antrean haji karena orang Muslim yang memiliki dana sedikit pun menjadi bisa masuk antrean.
Padahal, sebagaimana yang diajarkan agama Islam, ibadah haji hanya bagi yang mampu, termasuk dalam hal finansial.
“Misalnya, ada orang yang hanya punya dana Rp 3 juta, tapi dengan dana talangan dari bank, dia bisa antre jadi calon jamaah haji reguler. Harapan kami, agar yang seperti ini disetop dulu. Lagipula, ada syarat isthita’ah dalam Alquran tentang haji, termasuk kemampuan finansial,” kata Saleh Partaonan Daulay.
Persoalan kedua, lanjut Saleh, ialah orang yang sudah naik haji, lebih memilih naik haji lagi berkali-kali. Sehingga, untuk ke depannya, kata Saleh, ada keinginan agar Kemenag menerbitkan regulasi terkait imbauan agar ada kearifan dari orang-orang demikian untuk tidak haji berkali-kali.
“Sehingga bisa memberi kesempatan pada yang lain, yang belum pernah naik haji. Ini harapannya bisa memperpendek antrean. Kemudian masalah ketiga ya ini. Kuota haji untuk PIHK, meskipun itu perlu argumentasi,” pungkas Saleh Partaonan Daulay.