Kamis 03 Sep 2015 10:40 WIB

Ketika Petugas tak Mengenal Tupoksi (2-habis)

Rep: EH Ismail/ Red: Indah Wulandari
Seorang petugas haji Indonesia daerah kerja Makkah sedang melayani jamaah haji khusus yang tersesat di Masjidil Haram.
Foto: Heri Ruslan/Republika
Seorang petugas haji Indonesia daerah kerja Makkah sedang melayani jamaah haji khusus yang tersesat di Masjidil Haram.

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Keikhlasan membuka jubah egoisme profesi dan tupoksi memang menjadi hal yang wajib dan lumrah bagi petugas PPIH. Setiap petugas menyadari, tanpa sinergi dan saling membantu, tugas-tugas mereka justru akan semakin berat.

Apalagi, komposisi petugas dan jamaah haji bak perbandingan lautan dan kolam. Ratusan petugas harus melayani semua kebutuhan puluhan ribu jamaah haji yang datang.

Kesadaran akan hal ini pulalah yang membuat Jajang Hasan Basri, perwira menengah Polda Metro Jaya berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) tak risih manakala harus mendorong kursi roda jamaah renta yang tak didampingi keluarganya. Tak jarang, Jajang juga ikut membawa tas-tas bawaan jamaah menuju bus yang menunggu di luar area bandara.

“Ini sudah biasa, banyak petugas lain yang lebih berat tugasnya,” kata dia.

Pengalaman serupa juga saya alami bersama rekan-rekan yang tergabung dalam tim Media Center Haji (MCH) di Madinah. Hampir setiap hari, di sela-sela waktu mencari berita, kami harus rela membenamkam dalam-dalam pena, buku catatan, dan kamera ke dasar tas hanya untuk mengantarkan jamaah yang tersesat.

Sudah tak terhitung berapa kali kami mengantar jamaah yang tak tahu jalan pulang setelah beribadah di Masjid Nabawi.

Bahkan, bukan hanya ikut mengurusi jamaah tersesat, kami juga harus ikut menenangkan jamaah yang terkena demensia dan histeria kala baru tiba di hotel pemondokan. Bila sudah tidak bisa ditangani, kami pun ikut mengantarkan jamaah tersebut ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Madinah.

Hal paling menyedihkan yang saya alami, ada jamaah yang saya antar ke BPHI lantaran sakit, kemudian meninggal dunia setelah dirujuk ke rumah sakit milik Pemerintah Arab Saudi. Tak tega rasanya melihat kembali foto-foto terakhir jamaah itu kala masih terbaring di BPHI.

Foto-foto itu sampai kini masih tersimpan di laptop saya. Ya Allah, terimalah niat sucinya berhaji dan menziarahi rumah-Mu.

Kenangan lain yang tak bisa saya lupakan adalah mengajarkan sebagian jamaah cara menggunakan lift, menyalakan listrik, dan penyejuk ruangan di kamar-kamar hotel yang modern, serta penggunaan kartu elekronik pembuka dan penutup pintu kamar.

Masih banyak saya temui jamaah haji Tanah Air yang baru pertama kali masuk ke hotel dan mengerti fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya. Umumnya, mereka berasal dari daerah dan sudah berumur senja serta tak bisa berbahasa Indonesia.

Beragam tugas yang “di luar tupoksi asli” ini adalah makanan sehari-hari para petugas PPIH di Arab Saudi. Saya pribadi mengangkat topi kepada semua petugas yang sudah tak lagi memedulikan peluh di dahinya.

Demi memberi pelayanan maksimal kepada jamaah haji, mereka tak pernah mengukur kerja dengan putaran jarum jam di tangannya. Keluh pun dihindarkan jauh-jauh dari lisan mereka. Ya Allah, berikanlah kemabruran kepada jamaah haji dari negeri kami. Tanamkan terus keikhlasan dalam diri para petugas yang sedang melayani para tamu-Mu di Tanah Suci ini. Aamiin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement