REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski sudah berganti tahun dan berganti pemerintahan, kualitas pelayanan jamaah haji dinilai masih belum memuaskan. Hal itu diungkapkan tim pengawas haji DPR. Untuk itu Komisi VIII DPR mendesak agar Kementerian Agama (kemenag) melakukan pembaruan dan peningkatan kualitas layanan.
''Layanan jamaah haji masih lemah. Petugas haji banyak bermasalah dalam layanan. Bahkan kami menemukan fakta petugas haji malah dibantu oleh jamaah. Di masa mendatang kami ingin petugas haji lebih profesional dan betul-betul melayani dan tidak malah menjadi beban jamaah,'' kata Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay, ketika menyampaikan hasil pengawasan tim DPR atas penyelenggaraan ibadah haji tahun 1436 H/2015 M, di Gedung Parlemen, Selasa (13/10).
Dari catatan tim pengawas haji DPR terdapat beberapa permasalah dalam pelaksanaan haji tahun ini. Misalnya, mulai dari permasalahan pada tahapan persiapan pelaksanaan. Salah satu di antaranya adalah kurangnya personel petugas haji yang tidak sebanding dengan jumlah petugas. Selain itu rekruitmen petugas haji, terutama Tim Pembimbing Haji Indonesia (TPIHI) dan Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) ditengarai banyak direkrut bukan dari orang yang memiliki kompetensi yang layak.
Permasalahan lain yang memengaruhi kualitas layanan petugas haji pada tahun ini adalah munculnya soal keterlambatan visa. Dalam hal ini tim pengawas DPR menemukan tidak terkoneksinya sistem informasi Siskohat Kemenag RI dengan sistem E-Hajj Arab Saudi.''Kami minta permasalahan E-Hajj tidak terjadi lagi pada pelaksanaan haji mendatang,'' ujarnya.
Sedangkan pada sisi pelaksanaan haji, tim pengawas haji DPR menemukan masih adanya fasilitas pendudkung pemondokan yang tidak berfungsi dengan baik sehingga menggangu kenyamanan jamaah. Misalnya, air pemondokan yang mati, jemuran pakaian minim, tidak ada papan penunjuk jalan yang berbahasa Indonesia, lift mati, sinyal telepon di pemondokan yang menggangu Siskohat, juga tidak adanya dispenser yang memadai.
Layanan transportasi juga masih ditemukan banyak masalah. Adanya bus naqobah (tranportasi Makkah-Madinah) yang mogok, bus terbakar, AC mati, tersesat, sopir tidak disiplin. "Juga adanya bus shalawat yang melayani rute pondokan-Masjidil Haram dan sebaliknya yang kerap mengalami keterlambatan. Sedangkan dalam soal konsumsi, meski sudah cukup baik namun masih ditemukan pelayanan makan yang telat, basi, serta cita rasa konsumsi yang tidak sesuai selera jamaah,'' ujar Saleh.
Untuk masalah pelayanan kesehatan juga masih kurang, seperti pelayanan kesehatan, ketersediaan obat di pemondokan yang kurang, jumlah kesehatan yang tidak sesuai dengan jumlah jamaah, adanya manajemen ganda, serta jumlah ambulance yang kurang.
Sementara itu, untuk soal living cost (biaya hidup) banyak jamaah yang kebingungan ketika hendak berbelanja. Karena uang yang diberikan dalam pecahan besar, yakni tiga lembar 500 riyal. Selain itu juga ditemukan praktik pemotongan ketika jamaah menukarkan uang living cost dalam pecahan kecil.
Dalam soal perlindungan kepada jamaah juga ditemukan banyak kendala. Misalnya, tidak adanya posko khusus di Masjidil Haram, masih banyak kasus jamaah haji yang kehilangan hartanya, ketidaksiapan jamaah haji ketika menghadapi kondisi darurat juga tidak adanya sosialisasi kepada jamaah mengenai keadaan darurat. Yang paling penting lainnya adalah belum maksimalnya diplomasi yang dilakukan Kementerian Agama RI untuk melindungi jamaah haji.