REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Kementrian Agama Nur Syam mengungkapkan akumulasi dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2014 mencapai Rp 73,79 triliun. Pada 2022 bisa mencapai sekitar Rp 147,67 triliun. Dana tersebut harus dikelola dengan baik.
"Kini, pisahkan saja, dalam satu wadah di luar Kemenag. Kemenag sebagai penyelenggara ibadah haji dan di luar itu ada badan pengelola dana haji, yaitu BPKH," ungkap Nur Syam beberapa waktu lalu.
Menurut Nur Syam, Undang-undang tersebut memiliki kekuatan yang sangat strategis luar biasa. ''Kewenangan Kemenag, sebagai institusi penyelenggara haji tidak tergeser," kata dia menerangkan.
Menurut UU ini, Pengelolaan Keuangan Haji dilakukan oleh BPKH yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden. "Pengeloaan Keuangan Haji oleh BPKH dilakukan secara korporatif dan nirlaba," bunyi Pasal 20 Ayat (4) UU ini.
BPKH sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, berkedudukan dan berkantor pusat di ibukota negara, dan dapat memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota. Tugas BPKH adalah mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji.
BPKH meski terpisah dari struktur Kemenag, tetapi bukan berarti kementerian itu lepas tangan. Dalam hal anggaran peruntukan penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) harus duduk bersama tatkala menentukan besaran anggaran untuk penyelenggaraan haji.
Selain itu, Kemenag harus ikut terus menerus memantau pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan. ''Kemenag bisa saja menempatkan pegawainya di BPKH. Tapi, tentang ini tentu harus dibahas lagi ke depan,'' jelas Gunaryo menambahkan.