REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menggelar mudzakarah badal haji. Sejumlah ulama, pakar dan pemerhati haji fokus membahas tentang persoalan badal haji.
Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Syamsul Ma'arif mengatakan, mudzakarah seperti merupakan harapannya selama ini. Pasalnya KPHI mengusulkan agar pemerintah membuat regulasi badal haji.
"Karena pada prakteknya beberapa jamaah yang meninggal maupun sakit tapi mekanisme secara hukum belum ada tuntunannya," ujar Syamsul kepada republika.co.id, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (2/8).
Syamsul menilai badal haji masih banyak persoalan dilapangan. Misalnya, apakah dalam membadalkan apakah harus dengan umrah.
Jika menggunakan haji tamattu', kata Syamsul, pun harus membayar dam. Pembayaran dam tersebut, menurut Syamsul perlu dicarikan solusi.
"Jadi tata cara yang diberikan Kemenag belum menjadi tata cara baku hasil musyawarah," Syamsul menegaskan.
Ke depan, lanjut Syamsul, pemerintah juga perlu memikirkan regulasi badal haji untuk mengatasi antrean yang sangat panjang. Termasuk membadalkan haji untuk orang yang sudah meninggal juga perlu dibahas.
Kemenag mengkhawatirkan jamaah haji Indonesia hanya menjadi objek masyarakat yang menetap di Arab Saudi untuk kepentingan ekonomi saja. Sementara seluruh badal haji tidak dilakukan secara benar.
"Saya melihat ada indikasi kesitu. Misalnya orang-orang yang tinggal di sana cari objek. Karena bisa jadi orang satu membadali banyak orang," kata Syamsul.
Karena itu, menurut Syamsul penting dibahas terkait upah membadalkan haji. Upah yang diberikan harus pantas.
Syamsul mengharapkan dengan adanya regulasi tentang badal haji maka pemerintah bisa mempersiapkan petugad badal jauh sebelum pelaksanaan. "Jadi tidak tiba-tiba begitu pelaksanaan mencari cari, tidak tersistem," ucap Syamsul.