Rabu 10 Aug 2016 17:46 WIB

Assalammualaikum, Makkah, Kami Datang

Didi Purwadi
Didi Purwadi

Oleh: Didi Purwadi, Wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Udara hangat langsung menerpa ketika kaki letih ini menuruni tangga pesawat pada Selasa (9/8) sore jelang maghrib. Kami akhirnya tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, setelah menempuh perjalanan panjang 1.033 km. 

Mengudara selama delapan jam lebih memang mambuat kaki dan badan ini terasa kaku. Tapi, kerinduan menyapa Makkah membuat segalanya menjadi tidak berarti.

Makkah di mana Ka’bah kokoh berdiri memang memiliki segudang pesona yang membuat siapa pun rindu untuk mengunjunginya. Dari segi sejarah, Makkah sangat menarik karena inilah kota pertama yang ada di dunia ini. Bukankah Nabi Adam, manusia pertama di bumi, diturunkan dan hidup bersama Siti Hawa di lembah tandus Makkah ini? 

Saya datang bersama petugas haji daerah kerja (daker Makkah) lainnya dalam rombongan pertama berjumlah 116 petugas yang terbang dengan pesawat GIA-980 pada pukul 11.45 WIB. Rombongan kedua sebanyak 295 petugas menyusul terbang pada pukul 16.45 WIB.

Beberapa petugas langsung menggelar koran ketika suara azan Maghrib menggema dari sudut-sudut pengeras suara bandara. Beberapa lainnya masih mencoba meluruskan kaki letihnya sambil menunggu datangnya koper bawaan.

Sisi ekonomi Makkah tak kalah menariknya sehingga menarik para pedagang untuk datang ke sana. Di bawah kepemimpinan Abdul Muthalib--kakek Nabi Muhammad SAW--musim haji telah dimanfaatkan untuk menarik orang-orang dari segala penjuru jazirah Arab datang ke Makkah untuk beribadah sekaligus menyaksikan pasar tahunan.

Tradisi ini terus berlangsung hingga detik ini. Pasar-pasar bermekaran tiap kali musim haji tiba. Dalam buku Perekonomian dari Haji dan Umrah, Dr Ali Hassan al-Nagur menyebut penyelenggaraan ibadah umrah dan haji menjadi sumber pendapatan utama perekonomian Arab Saudi. Seperti pada periode 2004-2005, sektor swasta mampu meraup pendapatan sebesar Rp 820 triliun dari keberkahan penyelenggaraan umrah dan haji.

Setelah menanti lumayan lama, rombongan akhirnya berangkat menuju Makkah ketika waktu beranjak memasuki malam dini hari. Ketika bus memasuki Terowongan King Abdul Aziz--terowongan yang dibuat dari hasil melobangi bukit--tertulis informasi lalu lintas "Jalan menuju Masjidil Haram". Hati langsung bergetar, sebentar lagi tiba di Masjidil Haram.

Makkah pun memiliki cerita spiritualnya sendiri. Ketika pertama kali tinggal di lembah tandus itu, Nabi Adam memohon kepada Allah SWT agar diselamatkan dari godaan iblis yang telah menggelincirkannya dari surga. Allah mengabulkan doa Nabi Adam dengan menurunkan malaikat yang mengelilingi tempat Nabi Adam tinggal. Itulah Makkah, Tanah Haram yang dijaga oleh para malaikat.

Pada 8 H (623 M), Tanah Haram masih boleh ditempati atau dikunjungi oleh orang Nasrani, Yahudi, dan non-Muslim lainnya. Tetapi, seperti tercantum dalam surat at-Taubah ayat 28, mereka akhirnya sama sekali dilarang memasuki Makkah sejak 9 H (624 M) hingga saat ini.

Rasa dagdigdug semakin terasa ketika bus tiba di tempat pemberhentian bus bawah tanah yang berada persis di bawah Masjidil Haram. Rasa letih seketika hilang oleh rasa ingin melepas kerinduan. Rasa yang semakin berderu kencang ketika kami menaiki eskalator menuju halaman Masjidil Haram.

Rasa itu semakin berderu kencang ketika mata menatap dinding-dinding Masjidil Haram yang megah. Dan, akhirnya syukur alhamdulillah yang hanya bisa terucap ketika Ka’bah terpampang di depan mata. Tak banyak kata terucap, hanya rasa rindu yang membuncah ketika menatap rumah Allah yang suci itu.

Sulit rasanya menjawab pertanyaan mengapa orang yang pernah datang ke Makkah selalu rindu ingin datang kembali ke Tanah Suci tersebut. Biarlah kerinduan itu tanpa alasan. Assalamualaikum, Makkah. Kami datang untuk melepas kerinduan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement